LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul :
Reaksi Halogenasi Alkohol
TujuanPercobaan : Mempelajari
reaksi substitusi dalam halogenasi alkohol sekunder
Pendahuluan
Gugus OH dapat
disubstitusikan oleh halogen melalui mekanisme reaksi substitusi nukleofil
menghasilkan suatu alkil halida. Reaksi halogenasi alkohol sekunder dapat
mengikuti mekanisme SN1 dan SN2. Reaksi ini memerlukan
asam kuat untuk memprotonasi gugus OH alkohol (Tim penyusun petunjuk
praktikum sintesis senyawa organik, 2013).
Reaksi SN2
akan menghasilkan produk yang berkebalikan dengan konfigurasi molekul awal.
Hal ini dikarenakan nukleofil menyerang dari belakang molekul. Mekanisme SN1
berkebalikan dengan reaksi SN2.
Produk yang dihasilkan dari reaksi SN1 merupakan produk yang
dihasilkan setelah gugus pergi meninggalkan molekul. Nukleofil kemudian
menyerang molekul planar karbokation. Kemungkinan yang dihasilkan dari produk
adalah sama, baik nukleofil yang menyerang dari sisi atas maupun dari sisi
bawah (Paula, 2001).
Pada reaksi substitusi nukleofilik
atom/ gugus yang diganti mempunyai elektronegativitas lebih besar dari atom
C, dan atom/gugus pengganti adalah suatu nukleofil, baik nukleofil netral atau
nukleofil yang bermuatan negatif. Reaktivitas relatif dalam reaksi substitusi
nukleofilik dipengaruhi oleh reaktivitas nukleofil, struktur alkil halida dan
sifat dari gugus terlepas. Reaktivitas nukleofil dipengaruhi oleh basisitas,
kemampuan mengalami polarisasi, dan solvasi (Fessenden dan fessenden , 1992).
Karakter utama proses
tersebut adalah Reaktivitas relatif
gugus-gugus pergi yang berbeda adalah I > Br > Cl >> F.
Gugus-gugus hidroksida, alkoksida, dan amino tidak dilepaskan sebagai
anionnya sehingga alkohol eter, dan amina adalah gugus-gugus yang inert
terhadap nukleofil. Gugus-gugus
sulfat dan sulfonat adalah gugus reaktif karena kedua gugus pergi tersebut
masing-masing adalah anion dari asam kuat. Atom karbon di mana substitusi
terjadi mengalami inversi konfigurasinya karena nukleofil menyerang dari sisi
yang lurus berlawanan dengan arah ikatan gugus pergi (Firdaus, 2012).
Mekanisme Reaksi
Reaksi SN2
Alat
-
labu alas bulat 10 mL
-
kondensor distilasi
-
pipet tetes
-
penangas air
-
botol pisah 10 mL
-
erlenmeyer 50 mL
-
gelas beker 100 mL
-
tabung reaksi
Bahan
-
2-butanol
-
NaBr
-
Larutan jenuh Na2CO3
-
H2SO4 pekat
-
MgSO4 anhidrat
-
Na2SO4 anhidrat
ProsedurKerja
Skema kerja
Prosedur kerja
Masukkan 5 g NaBr ke dalam labu alas bulat 100 mL bersih
dan kering, tambahkan 4,25 mL air dan 3,5 mL 2-butanol. Letakkan labu di
dalam penangas es, setelah dingin, tambahkan 3,75 mL H2SO4
pekat tetes demi tetes melaui dinding labu sambil menggoyang labu untuk mencampurnya.
Sambungkan labu dengan
kondensor relfuks, bila kondenssor refluks tidak tersedia, gunakan kondensor
destilasi, panaskan campuran dalam labu dengan penangas air pada suhu 85 - 90°C selama sekitar 40 menit kemudian dinginkan
sehingga aman untuk diubah susunan refluks dan diganti dengan kondensor
distilasi dan amati campuran cairan dalam labu serta catat hasilnya.
Setelah labu
dihubungkan dengan kondensor distilasi dan erlenmeyer penampung, distilasilah
campuran pada suhu 110-115°C sampai tidak terlihat tetesan
lagi. Pindahkan distilat ke dalam botol pisah, dan cucilah dua kali dengan
sekitar 5 mL air (diamati jumlah lapisan dan letak 2-bromobutananya diposisi
mana). Setelah itu cucilah dengan 5 mL larutan jenuh Na2CO3
dan tampunglah cairan bukan airnya (2-bromobutananya) ke dalam erlenmeyer 50
mL bersih dan kering. Tambahkan zat pengering (MgSO4 atau Na2SO4)
secukupnya sampai diperoleh cairan yang jernih, kemudian pisahkan cairannya
dengan menuangkan ke dalam erlenmeyer kecil lain yang bersih dan kering.
Identifikasikan cairan
yang diperoleh pada prosedur di atas dengan menentukan titik didihnya, massa
jenisnya, indeks refraksi, uji kimia untuk alkil halida dan uji kelarutannya
di dalam air metanol, etanol, aseton dan diklorometana. Dibandingkan sifatnya
dengan 2-butanol yang digunakan.
Waktu yang dibutuhkan
Perkiraan waktu 3 jam 30 menit
Data dan Perhitungan
Data yang diperoleh dalam percobaan ini adalah :
Perhitungan sintesis 2-bromo butana
·
2-bromo butana
2,36/ 2mL
ρ =
=
= 1,18 g/ mL
·
2-butanol
1,56/ 2mL
ρ =
=
= 0,78g/ mL
Hasil
Pembahasan Hasil
Percobaan Reaksi Halogenasi Alkohol kali ini bertujuan untuk mempelajari reaksi substitusi dalam
halogenasi alkohol sekunder. Reaksi
halogenasi merupakan reaksi-reaksi masuknya halogen ke
dalam senyawa reaktan. Reaksi ini akan menghasilkan senyawa alkil halida, dimana gugus
hidroksil dari alkana akan disubstitusi oleh halogen sehingga reaksi ini bisa
disebut reaksi substitusi. Halogenasi biasanya menggunakan klor dan brom
sehingga disebut juga klorinasi
dan brominasi sedangkan fluor
dan iodin sangat jarang digunakan dalam reaksi halogenasi. Fluor bereaksi
secara eksplosif dengan senyawa organik sedangkan iodium tak cukup reaktif
untuk dapat bereaksi dengan alkana. Kereaktifan halogen dalam mensubtitusi
suatu atom yakni fluorin > klorin > brom > iodin.
Percobaan
ini diawali dengan memasukkan 5 gr NaBr kedalam labu alas bulat. Prosedur
Kerja pada buku petunjuk dilakukan sebanyak 20 gr NaBr namun percobaan kali
ini menggunakan small lab kit sehingga seluruh bahan dibagi seperempatnya untuk menyesuaikan
ukuran alat yang digunakan. Langkah selanjutnya, 4,25 ml air dan 3,5 ml 2-butanol ditambahkan kedalam labu alas bulat
agar bereaksi dengan NaBr. Setelah NaBr dicampurkan dengan air dan 2-butanol. Dalam
labu, NaBr
masih berupa
padatan didasar atau NaBr belum larut.
Setelah itu labu diletakkan didalam penangas es sampai larutan dingin. Fungsi
pendinginan ini agar
reaksi eksoterm yang terjadi tidak meningkatkan suhu terlalu tinggi. Hal ini
dikarenakan karena asam sulfat merupakan senyawa pengoksidasi yang dapat
terjadi pada suhu yang tinggi. Labu dikondisikan dingin agar hasil samping
dari reaksi menjadi minimum.
Larutan yang
telah dingin kemudian ditambahkan 5 ml H2SO4 pekat
tetes demi tetes sambil menggoyang labu untuk mencampurnya. Labu harus selalu
ditutup selama proses pencampuran agar tidak ada gas yang keluar. Gas yang
terbentuk adalah gas HBr. Gas ini dapat terbentuk saat entalpi dari penguapan
tercapai. Reaksi dari asam sulfat dengan reaktan lain akan bersifat eksoterm
sehingga meningkatkan suhu sehingga gas dapt terbentuk akibat entalpi
penguapan tercapai. Fungsi penutupan agar gas yang dihasilkan tetap berada
dilabu dan tetap bereaksi dengan reaktan 2-butanol sehingga produk depat
terbentuk dengan maksimal. Setelah penambahan asam sulfat, padatan NaBr
menjadi larut dan terbentuk 2 fase pada larutan. Larutan pada fase atas
berwarna kuning dan fase bawah bening. Labu kemudian disambungkan dengan kondensor refluks
pada suhu 85- 90°C. Refluks ini berfungsi
agar larutan bercampur
dengan baik sehingga terjadi reaksi sempurna. Setelah direfluks, larutan tetap terbentuk 2 fase namun dengan
kepekatan yang berbeda dengan sebelum direfluks. Fase atas berwarna orange
dari kuning dan fase bawah lebih berwana kuning bening. Setelah 40 menit
direfluks, larutan didinginkan sampai aman untuk dirubah susunan refluks dan
diganti dengan kondensor distilasi. Larutan didestilasi
pada suhu 110-115°C sampai tidak terlihat
lagi tetesan destilat.
Destilasi merupakan teknik pemisahan yang didasari
atas perbedaan titik didih atau titik cair dari masing-masing zat penyusun
dari campuran homogen. Proses destilasi terdapat dua tahap yaitu tahap penguapan dan dilanjutkan
dengan tahap perubahan uap menjadi cair. Zat yang memiliki titik didih lebih rendah akan
menguap lebih dulu melewati kondenser menuju
penampung destilat.
2-bromo butana memiliki titik didih lebih rendah akibat interaksi antar
molekul yang lemah.
Destilat dimasukkan kedalam botol
pisah dan dicuci dua kali dengan 5 ml air. Setelah diamati, larutan terbentuk
2 fase. Berdasarkan literatur massa jenis 2-bromobutana sebesar 1,24 gr/ml dan air 1 gr/ml sehingga
2-bromobutana akan berada difase bawah dan air difase atas. Setelah air
dibuang dengan cara dipipet langkah selanjutnya ialah pencucian dengan Na2CO3.
Prosedur yang digunakan sama dengan pencucian dengan air namun cukup
dilakukan sekali saja. Na2CO3 memiliki massa jenis
sebesar 1,55 gr/ml. Dalam hal ini fase atas dibuang karena massa jenis dari natrium karbonat
yang lebih kecil dari 2-bromo butana.
Larutan ditambahkan secukupnya
dengan MgSO4 anhidrat sampai diperoleh cairan yang jernih,
kemudian dipisahkan cairannya dengan memipet cairan ke dalam erlenmeyer kecil
lain yang bersih dan kering. Cairan kemudian diidentifikasi sifat fisik dan
kimianya. Berdasarkan reaksi, destilat yang terbentuk merupakan larutan
2-bromo butana.
Uji yang pertama ialah titik didih.
Uji ini dilakukan dengan memasukan cairan kedalam pipa kapiler dan dipanaskan
sampai terjadi letupan cairan pertama kali. Berdasarkan percobaan, cairan memiliki
titik didih sebesar
97°C Berdasarkan literatur, 2-bromobutana memiliki titik didih
sebesar 91,2°C. hal ini dikarenakan adanya pengotor yang
dapat berupa air yang mengakibatkan titik didih dari destilat bertambah. Uji fisik yang kedua ialah menentukan massa
jenis cairan. Berdasarkan data
percobaan didapatkan massa jenis cairan sebesar 1,18 g/mL sedangkan menurut literatur 1,255 g/mL. hal ini dikarenakan adanya kesalahan pada saat
penimbangan, sehingga massa jenis dari larutan kurang sesuai.
Uji selanjutnya ialah uji kelarutan. Cairan masing-masing direaksikan dengan
metanol, etanol, aseton, dan
diklorometana. 2-butanol diperlakukan sama seperti cairan destilat dan berfungsi sebagai pembanding saja. Saat destilat
dicampur dengan etanol terbentuk 2 fase sedangkan pada 2-butanol tidak. Hal ini dikarenakan terbentuknya ikatan hidrogen
antara gugus hidroksil, sedangkan pada senyawa 2-bromo butana tidak terbentuk
ikatan hidrogen sehingga laruta etanol tidak melarutkan destilat(2-bromo butana).
Pada pelarut metanol destilat tidak larut, sedangkan 2-butanol larut hal ini
disebabkan interaksi antarmolekul yang sama seperti penggunaan pelarut
etanol. Sifat ini dalam bahasa Inggris
disebut miscible yang artinya dapat dicampur. Etanol dan metanol merupakan golongan
alkohol yang berbeda rumus molekul namun sama-sama memiliki gugus –OH
sehingga metanol dan 2-butanol akan saling larut.
Uji yang ketiga dengan mencampurkan destilat dengan
pelarut diklorometana. Destilat membentuk 2 fase ketika dicampur dengan
diklorometana karena perbedaan kepolaran sehingga larutan diklorometan tidak
melarutkan 2-bromo butana, sedangkan 2-butanol yang direaksikan dengan diklorometana akan
saling larut dikarenakan adanya sifat polar pada kedua senyawa sehingga 2-butanol
dapat larut.
Uji kelarutan yang keempat dengan menggunakan
reagensia aseton. Aseton mengandung gugus karbonil yang memiliki gugus fungsi karbonil. Destilat membentuk 2 fase ketika
direaksikan menggunakan reagensia aseton
sedangkan
2-butanol sedikit larut. Aseton merupakan senyawa polar yang
menimbulkan interaksi dipol-dipol dengan 2-butanol. Interaksi yang terjadi
kurang kuat, sehingga kelarutan dari 2-butanol sedikit. 2-bromo butana yang
dilarutkan tidak larut dikarenakan senyawa 2-bromo butana kurang polar
sehingga aseton tidak mampu melarutkan 2-bromo butana.
Identifikasi
yang terakhir adalah uji kimia untuk alkil halida. Uji ini untuk mendeteksi
ketidakjenuhan senyawa yang dihasilkan. Senyawa organik atau
senyawa karbon yang jenuh (ikatan tunggal) dan tidak jenuh (mengandung ikatan
rangkap) maupun gugus fungsi lain yang dapat dioksidasi bisa dibedakan
melalui beberapa analisis, contohnya adalah dengan pereaksi Baeyer dan tes
dengan air brom.
Reaksi dengan pereaksi Baeyer (larutan KMnO4) mengakibatkan
ikatan rangkap yang ada dalam senyawa organik menjadi teroksidasi karena KMnO4
merupakan oksidator kuat, namun pereaksi Baeyer ini tidak bereaksi
terhadap senyawa karbon jenuh. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh
menyebabkan warna KMnO4 yang semula berwarna ungu memudar dan
muncul endapan coklat mangan oksida (MnO2) (Fessenden dan
fessenden, 1982). Hal ini disebabkan karena konsentrasi KMnO4
dalam larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengoksidasi senyawa
karbon tidak jenuh. Berdasarkan hasil percobaan, destilat dan 2-butanol yang di reaksikan
dengan pereaki Baeyer berwarna ungu pekat tanpa muncul endapan coklat. Warna
ungu pada destilat lebih pekat daripada 2-butanol.
Hal ini dikarenakan adanya
kesalahan pada saat penetesan sehingga larutan yang terbentuk berbeda
kepekatannya. Uji yang
terakhir untuk mendeteksi ketidakjenuhan senyawa yang dihasilkan menggunakan Brom (Br2). Brom bukan
merupakan suatu asam, tetapi zat ini dapat diadisi ke dalam ikatan rangkap
karena molekul brom dapat terpolarisasi membentuk ion Br- dan Br+.
Ion Br+ ini akan diadisi ke dalam ikatan rangkap yang kaya akan
elektron (Fessenden dan fessenden, 1982). Reaksi dengan air brom menyebabkan
senyawa karbon tidak jenuh mengalami reaksi adisi dan menghasilkan senyawa
halida. Reaksi dengan senyawa karbon tidak jenuh menyebabkan warna air brom
yang semula berwarna coklat memudar karena konsentrasi Br2 dalam
larutan telah berkurang karena digunakan untuk mengadisi senyawa karbon tidak
jenuh.
Namun berdasarkan hasil percobaan, warna air brom bening sehingga
menujukkan senyawa karbon jenuh.
Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan kali ini antara lain :
Sintesis pembuatan 2-bromo butana
dapat dilakukan dengan menggunakan 2-butanol, NaBr, dan asam sulfat.
Pembuatan ini menggunakan metode refluks untuk mempercepat reaksi dan
memisahkan larutan produk dengan menggunakan destilasi.
Referensi
Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/aseton. diakses pada tanggal 6
November 2013 pukul 19.00
Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/NaBr. diakses pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00
Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/H2SO4. diakses
pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00
Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/Na2CO3. diakses
pada tanggal 6 November 2013 pukul 19.00
Anonim. 2013. http://www.sciencelab.com/MgSO4 anhydrous. diakses pada tanggal 6 November
2013 pukul 19.00
Fessenden dan fessenden . 1982.
Kimia Organik. Jakarta: Erlangga
Yurkanis, B., Paula. 2001. Organic
Chemistry. Third Edition. New Jersey: Prentice-Hall. Inc
Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa UNEJ: Jember
Saran
1.
Praktikan harus lebih efisien dalam memanfaatkan
waktu, misalnya dalam pengesetan alat refluks maupun destilasi. Lakukan
secara cepat, tepat, dan selalu hati-hati.
2.
Lakukan penetesan H2SO4 secara perlahan agar reaksinya sempurna
3.
Praktikan harus lebih cermat dalam menjaga suhu, usahakan
suhu berada dalam rentang angka yang diinginkan
4.
Praktikan harus lebih teliti dalam menghentikan
proses destilasi, pastikan tidak terlihat tetesan destilat lagi. Jangan
membuang waktu!
5.
Selalu gunakan Manajemen Laboratorium dalam setiap
percobaan
Nama Praktikan
1.
Siti Zubaidah 101810301011
2.
Vita Kurnia Virdausa
101810301031
3.
Qorry Dinnia Fatma
111810301035
4.
Putu Irwan Yasa
111810301041
5.
Maganda Ananda Kristi
111810301042
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
0 komentar:
Posting Komentar