sintesis asetanilida
LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul : Sintesis Asetanilida
TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurnian menggunakan teknik rekristalisasi
Pendahuluan
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Senyawa asetanilida merupakan bahan baku yang dapat menunjang industri kimia yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat – obatan, sebagai zatawal pembuatan penicilium, bahan pembuatan dalam industri cat dan karet, bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida.
Kebutuhan akan senyawa ini semakin meningkat sehingga dilakukan berbagai cara dalam memperoleh senyawa ini. Anilin merupakan senyawa kimia dengan rumus C5H6NH2 yang digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis asetanilada yang direaksikan dengan asam asetat. Pada sintesis senyawa ini biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat bereaksi sempurna. Mula – mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida
Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat. Anilin primer bereaksi dengan asetat anhidrat panas menghasilkan turunan monoasetat (amida)Persamaan reaksi antara anilin dan asetat anhidrat menghasilkan asetanilida. Asetat anhidrat yang digunakan berlebih dan pemanasan dilakukan pada waktu yang lama menyebabkan sejumlah turunan diasetil akan terbentuk. Turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis menghasilkan secara monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina (Tim penyusun, 2013).
Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau kristal yang lebih teratur atau murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu reaksi biasanya tidak murni. Ketidakmurnian tersebut karena terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang terjadi selama reaksi sehingga dilakukan pengkristalan kembali dengan mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam rekristalisasi yaitu pengotir lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau kelarutan pengotor lebih kecil dari pada senyawa yang dimurnikan (Damtith, 1994: 373).
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana suatu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Ada beberapa macam proses pembuatan asetanilida, yaitu :
1.Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrat dan anilin
Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrat direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa
2C6H5NH2 + (CH2CO)2O C6H5NHCOCH3 + H2O
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan dan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrat dapat diganti dari asam asetat dan anilin.
2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
Metode ini sering digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 1005 direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk
C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O
3. Pembuatan asetanilida dari keten dan anilin
Kerena (gas) dicampurkan kedalam anilin dibawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida
C6H5NH2 + H2OC=C=O C6H5NHCOCH3
4. Pembuatan asetanilida dari asam tioasetat dan anilin
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2O.
C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S
Pertimbangan dari pemilihan proses sintesis asetanilida adalah :
1. Reaksinya sederhana
2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga produk lebih murah
(Eriyanto, 2009).
Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi atau dapat pula dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambah agen penghidrasi untuk menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC (dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amida biasanya menggunakan reaksi asetilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR), sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina akan mudah teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang lemah. Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden, 1999 : 478).
Amina dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hydrogen N-HN lebih lemah daripada ikatan hidrogen antara O-HO kareana N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O dan karena ikatan NH kurang polar. Pengikatan hidrogen yang lemah antara molekul amina menyebabkan titik didihnya berada diantara senyawa tanpa ikatan hidrogen ( seperti: alkana, alkena, eter ) dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen kuat ( seperti alkohol ) pada berat molekul yang sama ( titik didih amina: 185oC ). Amina primer, sekunder, dan tersier dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan hydrogen (Fessenden, 1999 : 216).
Mekanisme Reaksi
Alat
- Labu ukur bulat
- Set alat refluks
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Erlenmeyer 500 mL
- Gelas ukur 10 mL
- Corong Bunchner
- Kertas Saring
- Vakum pumr
- Corong biasa
- Cawan petri
Bahan
- Anilin
- Asetat Anhidrida
- Abu zink
- Asam asetat glasial
- Air
- Karbon Aktif (norit)
ProsedurKerja
Skema kerja
Labu alas bulat 500 mL
· Dimasukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida dan 0,1 g 21 g asam glasial
· Direfluks selama 30 menit
· Dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es
· Disaring kristal yang terbentuk dengan penyaring Bunchner penghisap
· Dicuci dengan air dingin
· Dikeringkan hasilnya dan ditentukan titik leburnya.
·
Hasil
Larutan asetanilida
· Diasaring menggunakan erlenmeyer 500 ml yang dilengkapi corong yang sudah dihangatkan/ dipanaskan dan kertas saring
· Dicuci endapan karbon dengan air panas 5 ml
· Didinginkan filtratnya dengan pelan – pelan
· Dimasukkan kedalam penangas air es
· Digores – goreskan dinding erlenmeyer bila setelah pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal untuk merangsang terbentuknya kristal
Hasil
Corong Bunchner
· Dilakukan filtrasi / penyaringan
· Dicuci kristal pada corong Bunchner dengan sedikit air dingin
· Diletakkan kristal pada gelas arloji
· Dikeringkan pada suhu c
· Ditimbang bobok asetanilida murni
· Dilakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida
Hasil
Prosedur kerja
Masukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Campuran direfluks selama 30 menit, kemudian dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es.
Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin. Hasilnya dikeringkan . Tentukan titik leburnya.
Untuk tahap rekristalisasi asetanilida, siapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dihangatkan / dipanaskan. Atur kertas saring pada corong. Saring larutan asetanilida, kemudian cuci endapan karbon dengan air panas 5 ml. Dinginkan filtratnya dengan pelan – pelan memasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selkama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal.
Siapkan corong Bunchner (lengkap dengan kertas saring kering yang sudah ditimbang). Lakukan filtrasi / penyaringan. Cuci kristal pada corong Bunchner pada sedikit air dingin
Letakkan kristal pada gelas arloji. Keringkan pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit. Timbang bobot kristal asetanilida murni. Lakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
Waktu yang dibutuhkan
No.
Perlakuan
Pukul
Waktu
1.
Persiapan alat dan bahan
12:30-12:45
15 menit
2.
Proses refluks
12:45-13:15
30 menit
3.
Penyaringan kristal dengan Bunchner
13:15-13:20
5 menit
4.
Pengeringan 1
13:20-13:30
10 menit
5.
Uji titik lebur 1
13:30-13:40
10 menit
6.
Menghangatkan corong
13:40-13:45
5 menit
7.
Penyaringan
13:45-13:50
5 menit
8.
Pencucian endapan karbon
13:50-13:55
5 menit
9.
Rekristalisasi
13:55-14:20
25 menit
10.
Filtrasi
14:20-14:25
5 menit
11.
Pengeringan 2
14:25-14:35
10 menit
12.
Penimbangan
14:35-14:38
3 menit
13.
Uji titik lebur 2
14:38-14:48
10 menit
Total waktu yang dibutuhkan= 2 jam 18 menit
Data dan Perhitungan
Data yang diperoleh dalam percobaan ini adalah :
Perhitungan sintesis dibenzalseton
1. Hasil teoritis
Anilin + asetat anhidrat à asetanilida + asam asetat
M: 0,22 mol 0,21 mol
B: 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol -
S: 0,01 mol - 0,21 mol 0,21 mol
Massa asetanilida teoritis = mol asetanilida x Mr diasetanilida
= 0,21 mol x 135 gram/mol
=28,35 gram
Titik leleh = 114 °C
2. Hasil percobaan
· Massa kertas saring = 0,68 gram
· Massa kertas saring+kristal = 32,75 gram
· Massa kristal = 32,07 gram
· Massa kristal yang diperoleh pada rekristalisasi dari 1 gram kristal yang digunakan = 0,14 gram
· Wujud zat = kristal
· Warna = kuning
· 32,07 gram à x gram
1 gram à 0,14 gram
· Rendemen =
Titik leleh = 114 °C
Hasil
Perlakuan
Hasil
Gambar
Mencampurkan bahan dengan pendingin
Larutan sudah terbentuk kristal. Hal ini dikarenakan dalam labu terjadi reaksi yang menghasilkan panas dan diluar labu didinginkan, sehingga larutan terbentuk kristal.
Direfluk dan disaring
Kristal berwarna kekuning – kuningan. Hal ini berarti kristal masih ada pengotornya
Dikeringkan
Kristal berwarna kemuning – kuningan mengkilat
Uji titik leleh
112oC
Titik leleh ini tidak sama dengan literatur dikarenakan dalam kristal masih ada pengotor.
Dilarutkan dengan air panas dan disaring
Kristal dilarutkan membentuk larutan berwarna Orange. Lalu dicuci dengan mori sehingga larutan tak berwarna.
Dikeringkan
Setelah tahap rekristalisasi ini, kristal yang terbentuk berwarna putih mengkilat. Hal ini dikarenakan kristal asetanilida sudah murni
Uji titik leleh
114oC
Titik leleh sama dengan literatur. Hal ini membuktikan bahwa kristal yang dihasilkan benar asetanilida
Pembahasan
Reaksi antara asam asetat anhidrida dan anilin merupakan reaksi asetilasi yang membentuk amida dalam hal ini asetanilida. Anilin merupakan suatu amina primer. Reaksi antara amonia dan asam asetat anhidrida menghasilkan asetamida, sedangkan amina dan asam asetat anhidrida menghasilkan aseramida tersubtitusi. Satu mol amina dihabiskan dalam netralisasi asam asetat yang terbentuk dalam reaksi.
Sintesis asetanilida dilakukan dengan mencampurkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Anilin berfungsi sebagai reaktan (pereaksi) sedangkan asam asetat glasial sebagai pelarut yang bersifat asam. Larutan yang bersifat asam akan mengakibatkan gugus karbonil pada asam asetat anhidrida akan lebih positif sehingga penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil yaitu anilin akan lebih mudah terjadi sehingga terbentuk garam amina, selain itu asam asetat glasial berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dan menghasilkan asetanilida yang tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Abu zink berfungsi sebagai katalis yang memberikan reaksi alternatif untuk mendapatkan jalan reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Proses selanjutnya yaitu campuran tersebut direfluks selama 30 menit. Proses refluks memiliki dua fungsi yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan, pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antara molekul akan lebih banyak dan cepat yang menyebabkan reaksi berlangsung cepat. Fungsi yang kedua, yaitu untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap maka konsentrasi larutan dalam labu akan meningkat. Setelah proses refluks selesai tuangkan larutan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es agar diperoleh padatan kristal asetanilida. Tujuan pendinginan dengan air ini agar diperoleh kristal asetanilida, sedangkan penggunaan air dimaksudkan sebagai pelarut yang akan menghidrolisis asam asetat glasial yang masih tersisa dalam larutan. Pada proses ini diperoleh kristal berwarna kekuning – kuningan yang mengindikasikan adanya pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink, dsb). Berdasarkan kristal yang diperoleh maka perlu dilakukan pemurnian kembali. Kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan air dingin. Hasilyang diperoleh kemudian dikeringkan dan didapatkan massa asetanilida tidak murni.sebesar 32, 07 gram. Titik lebur yang diperoleh sebesar 112 ᵒC. Titik leleh yang diperoleh tidak sama dengan literatur. Hal ini disebabkan kristal yang diperoleh masih belum murni.
Rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan cara menambahkan air panas setes demi setetes kedalam erlenmeyer yang berisi 1 gram kristal asetanilida. Asetanilida yang telah larut kemudian ditambahkan karbon aktif. Fungsi dari karbon aktif untuk menghilangkan pengotor yang berupa zat warna. Zat – zat warna yang terkandung pada larutan akan diadsorbsi oleh karbon aktif dan dipisahkan pada saat penyaringan panas menggunakan corong yang telah dipanaskan dan dilengkapi kertas saring.
Rekristalisasi dilakukan untuk memurnikan zat yang telah didapatkan dimana asetanilida yang diperoleh masih mengandung pengotor. Pada proses rekristalisasi kelarutan pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan sehingga pengotor dapat dipisahkan dengan kertas saring pada penyaring panas. Penyaringan dilakukan pada kondisi panas agar produk hasil sintesis yang berupa kristal tidak ikut tersaring karena larut pada suhu tersebut sehingga hanya tersisa pengotor pada kertas saring.
Filtrat yang diperoleh kemudian didinginkan dengan pelan – pelan dan dimasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal.
Kristal yang telah terbentuk disaring menggunakan corong Bunchner dan cuci corong Bunchner dengan sedikit air untuk menghilangkan pengotor. Corong Bunchner mempercepat penyaringan karena dilakukan dengan pengisapan oleh pompa vakum. Kristal yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit untuk menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Kristal asetanilida yang telah kering ditimbang untuk mengetahui beratnya. Hasil akhir berat kristal asetanilida sebesar 0,14 gram. Sampel yang diperoleh berupa kristal berwarna putih salju yang menandakan asetanilida yang diperoleh murni.
Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dilakukan uji titik lebur. Uji titik lebur suatu zat dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian secara kualitatif. Semakin murni senyawa tersebut maka titik leburnya akan sama dengan titik lebur standar senyawa tersebut yaitu 114ᵒC. Titik lebur yang diperoleh dari percobaan yaitu 114ᵒC, hal ini menandakan bahwa asetanilida yang diperoleh telah murni.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari percobaan maka dapat disimpulkan :
1. Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi
2. Asetanlida dibuat dari reaksi antara anilin dengan asam asetat glasial
3. Sintesis asetanilida menggunakan metode kristalisasi dan diperoleh asetanilida murni berbentuk kristal berwarna putih salju, tidak berbau dengan berat 0,14 gram dan titik lebur sebesar 114ᵒC
Referensi
Damtith, John, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga : Jakarta
Fresenden, Ralph, J dan Joan, S Fessenden, 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi 3. Erlangga : Jakarta.Petrucci, 1994. Kimia Dasar jilid 2. Erlangga : Jakarta
Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember.
Vogel, 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC : Jakarta
Saran
Sebaiknya pada proses refluks pembuatan kristal asetanilida menggunakan anilin dan asam asetat glasial lebih lama sehingga diperoleh kristal yang lebih banyak.
NamaPraktikan
1. Siti Zubaidah 101810301011
2. Fita Kurnia Firdausa 101810301031
3. Qorry Dinnia Fatma 111810301035
4. Putu Irwan Yasa 111810301041
5. Maganda Ananda Kristi 111810301042
0 komentar:
Posting Komentar