Sabtu, 19 Maret 2016

Aku dan Buku

Aku dan Buku


Di sebuah bangku kayu dengan warna putih bersih tanpa apapun. Angin semilir menghempas rambut putihku. Di kelilingi pepohonan yang rindang, dan hijau. Rumput-rumput yang ditumpuki dengan daun kering. Daun kering yang berserakan. Entah kapan dia ingin gugur. Waktu kenapa kau membatasi? Apa kau tak mengerti arti sebuah keterbatasan? Buku kau masih ingat dimana kita jalan pada sabtu malam? Sebuah buku coklat selalu menemaniku. Buku ini terlihat tua, penuh dengan tekukan-tekukan masalalu dan guratan-guratan kenangan. Aku dan kamu, hilang, buncah, entah harus bilang apa.
Tak ada suara indah yang kudengar? Bukan karena ku tuli. Pendengaranku masih sanggup mendengar suara manusia-manusia tak tahu diri. Suara indah beda dengan suara bagus, suara buruk beda dengan suara tak tahu diri. Manusia-manusia yang hanya menilai orang dari tampilannya saja. Saya rasa mereka tak mengerti arti ketidak mampuan dan keterbatasan. Iya saya paham, usia saya tak muda hanya 45 tahun. Bukankah itu masih terbilang muda? Suara-suara aneh juga sering terdengar. Gila kata mereka? Apa kau tak tahu seseorang yang memperoleh hadiah nobel dibidang kimia. Jika aku gila mungkin kalian lebih gila dari pada diriku ini. Kalian terlalu bodoh untuk menilai seseorang gila, tapi aku tak pernah menyangkal kegilaan yang sering kalian ucapkan. Ya... aku gila. Anda tidak pernah benar untuk kegilaan jiwaku, tapi untuk kegilaan hatiku, aku yakin kalian benar 99,9%.
Waktu sejenak berhenti. Berotasi sejenak. Menembus matahari, bulan, merkurius, dan kembali ke bumi. dan tetap berputar. Hitam, sejenak diam, sejenak melengkung, dan sejenak menembus cahaya, kembali kesebuah masa, masa dimana cinta mengambang dengan indahnya dan mengalir tiada hentinya. Cinta ya cinta... cukup satu kata cinta. Kata abstak yang tak pernah kutemui kejelasan maknanya
Rin wanita dengan guratan wajah yang unik, bentuk wajahnya bundar, bibirnya tipis, dan rambutnya panjang, hitam, tingginya kira-kira sebahuku, tangannya kasar, padahal dia baru berusia 18 tahun saat itu, dan hanya itu yang bisa ku sentuh. Rin tak beda jauh dari wanita sebayanya ucapannya, suaranya tegas, dia perempuan yang berani, entah dari mana keberaniaan itu datangnya. Bagiku rin adalah dewiku, malaikat, atau apalah julukannya.
Rin adalah teman kecilku, dia selalu mengantarkanku jalan-jalan setiap hari. Kau tahu jika waktu tak bisa dibayar dengan apapun? Dia memberikan hal yang tak bisa dibayar, lalu dengan apa aku membalasnya? Sabtu malam dia mengantarkanku ke taman bermain dia menjelaskan dengan baik, mirip seperti tourguide. Dia selalu seperti itu setiap mengajakku dan selalu dia genggam tanganku dengan erat. Taman bermain yang indah. Dia jelaskan lampu berwarna-warni dimana-mana, stan makanan di kanan dan kiri kami, gula-gula, gorengan, popcorn, dan katanya stannya dihiasi balon dan kain yang berwarna-warni pula. “Seperti apa gula-gula itu, rin?” Ucapku dengan penuh penasaran. Dia sebut warna merahmuda. Ku jawab tak tahu, yang kutahu hanya gelap, hitam. Dia bilang lembut, yang kutahu hanya wajahnya yang lembut. Ucapnya lagi rasanya manis, aku merasa ingin menggenggamnya. Otakku mulai berfikir, mulai berimajinasi. Apakah gula-gula lebih lembut dan lebih manis dari Rin. Singkat cerita rin, meletakkan benda yang aneh ditanganku, keras, kasar, dan warnanya. Tetap sama gelap. Dia bantu tanganku agar gula-gula ini melesat ke tenggorokanku. Manis dan lembut. “Apa semua yang manis dan lembut berwarna merah muda, atau yang memberi rasa adalah warna merah muda.” Ucapku dengan polosnya. Rin tertawa terbahak-bahak. Entah apa yang lucu. Mungkin keluguanku atau ketidak tahuanku. Maklum selain warna hitam, guratan, suara, rasa, dan aroma. Tak ada lagi yang aku ketahui. Cuma rin yang tahu dan cuma tawa rin yang menemani ketidak tahuanku. Dia bilang gula-gula itu mirip dengan rin. Jika ingin tahu rin makan saja  gula-gula, kau akan ingat dengannya. Kau akan mengerti kelembutannya, rasa manisnya, dan aromanya yang khas. Rin membawaku berputar-putar. Aku dan rin yang merupakan tongakat hidupku selalu menuntunku ke daerah-daerah istimewa, daerah-daerah yang penuh imajinasi, imajinasi tingkat dewa yang penuh dengan warna gelap. Entah itu namanya segitiga, kotak, bulat, atau apalah yang kalian tahu dari dunia ini. Setiap sabtu malam rin selalu mengajakku ketaman ini dengan gula-gula yang selalu aku genggam dan pulang dengan membawa saput tangan rin. Kakek selalu memarahiku saat ku tiba di rumah. Aku masih ingat dia bilang aku merepotkan rin, aku sama seperti tanaman gulma. Begitulah istilah kakekku bilang, padahal aku tak tahu gulma itu seperti apa. Syukurlah mungkin tanaman yang manis dan lembut.
Waktu berlalu dengan cepat pemahamanku ku bertambah, berkat rin yang selalu disisiku. Dia ceritakan semua yang dia alami di sekolahnya, seakan dia menjadi mataku, seakan akau bisa merasakan apa yang dialami oleh rin, tapi sayang semua ada batasnya, begitulah dunia. Terbatas pada diriku, tapi tak apalah asal bisa mendengar suarannya itu sudah cukup bagiku. Tapi suatu ketika kudengar suara yang buruk sekali, kata rin itu manusia berwujud setan. Manusia itu memaki aku habis-habisnya, umpatan dengan segala jenis kebun binatang keluar, sebuah benda keras menabrak pipiku, perih, dan terasa sakit. Kudengar untuk pertama kalinya rin marah. Dia balas manusia itu tidak dengan umpatan tapi dengan kata-kata maaf yang merusak dadaku. Kata-kata penuh belas kasihan yang sepanjang abad belum pernah kudengar. Manusia itu masih meronta, entah setan apa yang merasukinya. Rin membawaku lari. Dia genggam tanganku. Dia bawa aku ke tempat yang jauh. Entah dimana pandanganku tetap sama gelap. Ku duduk disebuah tempat duduk yang, wah sangat empuk tak tahu kursi seperti apa ini. Kurasakan suhu udara disini juga dingin, entah dari mana ada angin yang bertiup. Dia seka bekas lupa dipipiku dengan sebuah kain basah. Selang beberapa menit kemudian terdengar suara manusia lain, yang ini tidak sekasar yang tadi, tapi sayang ucapannya tak lebih buruknya dari yang tadi. Hina ucapan penuh sampah melayang. Tersiksa derita dalam kegelapan tak mampu aku ungkapkan. Ku berlali meninggalkan suara itu, meninggalkan tongkat hidupku. Lelah dihina, lelah disiksa, ucapan tak pantas, mungkin bukan dari orang terpelajar.
Keesokannya aku tahu bahwa manusia kedua yang menyayat hatiku tak lain adalah ibu dari rin. Tak tahan membendung air mata ini, tapi lelaki pantang untuk menangis. Kucubit pahaku dengan sekeras-kerasnya hingga sakit tak terkira. Inilah caraku untuk melupakan sejenak lukaku yang lainnya. Tak lama kemudian rin izin pamit pulang, mungkin dia tahu aku akan menangis sejadi-jadinya sebentar lagi. Rin titipkan sebuah buku pada kakekku. Sebuah buku kimia, bukan buku bertuliskan huruf braille. Kutahu setelah kakek bicara dengan logat jawanya bahwa tak mungkin kay. Iya kay itu namaku. Tak bisa membaca yang begituan, bahkan berjalan saja harus dengan tongkat. Rin memaksa kakekku untuk menyimpan buku tersebut, entah karna apa. Bahkan takdirpun tak mungkin menolongku. Operasi mata butuh biaya yang besar, banyak segunung-gunung uang.
Setelah kepergian rin ku tak jumpa dia lagi, yang tertinggal hanya buku kimia hasil peninggalannya. Kakekku pergi untuk selamanya meninggalkan sepasang mata untukku. Membuat ku dapat melihat indahnya dunia, rumah semua hilang semua telah dijual untuk operasiku. Akhirnya aku terdampar dijurang pengetahuan dan ingin melesat, terjun kejurang keingintahuan hingga ku memperoleh segalanya dengan usaha yang tak kalah penting. Iya mengejar bukuku. Buku yang hidup, rin.

Waktu kembali berputar maju melesat kembali kesaat ini, kejaman ini. Kesebuah bangku putih dengan buku kimia disampingku. Buku tua yang selalu aku bawa kemana-mana, buku tua yang aku baca berulang-ulang hingga penuh dengan luka. Tak apalah asal aku bisa mengenangnya. Daun tetap gugur, rumput mulai layu, tapi cintaku tetap tumbuh subur di duniaku, aku dan buku.

Sabtu, 06 Februari 2016

sintesis asetanilida

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Judul : Sintesis Asetanilida TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurnian menggunakan teknik rekristalisasi Pendahuluan Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Senyawa asetanilida merupakan bahan baku yang dapat menunjang industri kimia yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat – obatan, sebagai zatawal pembuatan penicilium, bahan pembuatan dalam industri cat dan karet, bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida. Kebutuhan akan senyawa ini semakin meningkat sehingga dilakukan berbagai cara dalam memperoleh senyawa ini. Anilin merupakan senyawa kimia dengan rumus C5H6NH2 yang digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis asetanilada yang direaksikan dengan asam asetat. Pada sintesis senyawa ini biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat bereaksi sempurna. Mula – mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat. Anilin primer bereaksi dengan asetat anhidrat panas menghasilkan turunan monoasetat (amida)Persamaan reaksi antara anilin dan asetat anhidrat menghasilkan asetanilida. Asetat anhidrat yang digunakan berlebih dan pemanasan dilakukan pada waktu yang lama menyebabkan sejumlah turunan diasetil akan terbentuk. Turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis menghasilkan secara monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina (Tim penyusun, 2013). Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau kristal yang lebih teratur atau murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu reaksi biasanya tidak murni. Ketidakmurnian tersebut karena terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang terjadi selama reaksi sehingga dilakukan pengkristalan kembali dengan mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam rekristalisasi yaitu pengotir lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau kelarutan pengotor lebih kecil dari pada senyawa yang dimurnikan (Damtith, 1994: 373). Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana suatu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Ada beberapa macam proses pembuatan asetanilida, yaitu : 1.Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrat dan anilin Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrat direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa 2C6H5NH2 + (CH2CO)2O C6H5NHCOCH3 + H2O Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan dan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrat dapat diganti dari asam asetat dan anilin. 2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin Metode ini sering digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 1005 direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O 3. Pembuatan asetanilida dari keten dan anilin Kerena (gas) dicampurkan kedalam anilin dibawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida C6H5NH2 + H2OC=C=O C6H5NHCOCH3 4. Pembuatan asetanilida dari asam tioasetat dan anilin Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2O. C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S Pertimbangan dari pemilihan proses sintesis asetanilida adalah : 1. Reaksinya sederhana 2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga produk lebih murah (Eriyanto, 2009). Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi atau dapat pula dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambah agen penghidrasi untuk menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC (dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amida biasanya menggunakan reaksi asetilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR), sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina akan mudah teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang lemah. Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden, 1999 : 478). Amina dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hydrogen N-HN lebih lemah daripada ikatan hidrogen antara O-HO kareana N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O dan karena ikatan NH kurang polar. Pengikatan hidrogen yang lemah antara molekul amina menyebabkan titik didihnya berada diantara senyawa tanpa ikatan hidrogen ( seperti: alkana, alkena, eter ) dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen kuat ( seperti alkohol ) pada berat molekul yang sama ( titik didih amina: 185oC ). Amina primer, sekunder, dan tersier dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan hydrogen (Fessenden, 1999 : 216). Mekanisme Reaksi Alat - Labu ukur bulat - Set alat refluks - Batang pengaduk - Beaker glass - Erlenmeyer 500 mL - Gelas ukur 10 mL - Corong Bunchner - Kertas Saring - Vakum pumr - Corong biasa - Cawan petri Bahan - Anilin - Asetat Anhidrida - Abu zink - Asam asetat glasial - Air - Karbon Aktif (norit) ProsedurKerja Skema kerja Labu alas bulat 500 mL · Dimasukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida dan 0,1 g 21 g asam glasial · Direfluks selama 30 menit · Dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es · Disaring kristal yang terbentuk dengan penyaring Bunchner penghisap · Dicuci dengan air dingin · Dikeringkan hasilnya dan ditentukan titik leburnya. · Hasil Larutan asetanilida · Diasaring menggunakan erlenmeyer 500 ml yang dilengkapi corong yang sudah dihangatkan/ dipanaskan dan kertas saring · Dicuci endapan karbon dengan air panas 5 ml · Didinginkan filtratnya dengan pelan – pelan · Dimasukkan kedalam penangas air es · Digores – goreskan dinding erlenmeyer bila setelah pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal untuk merangsang terbentuknya kristal Hasil Corong Bunchner · Dilakukan filtrasi / penyaringan · Dicuci kristal pada corong Bunchner dengan sedikit air dingin · Diletakkan kristal pada gelas arloji · Dikeringkan pada suhu c · Ditimbang bobok asetanilida murni · Dilakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida Hasil Prosedur kerja Masukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Campuran direfluks selama 30 menit, kemudian dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin. Hasilnya dikeringkan . Tentukan titik leburnya. Untuk tahap rekristalisasi asetanilida, siapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dihangatkan / dipanaskan. Atur kertas saring pada corong. Saring larutan asetanilida, kemudian cuci endapan karbon dengan air panas 5 ml. Dinginkan filtratnya dengan pelan – pelan memasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selkama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal. Siapkan corong Bunchner (lengkap dengan kertas saring kering yang sudah ditimbang). Lakukan filtrasi / penyaringan. Cuci kristal pada corong Bunchner pada sedikit air dingin Letakkan kristal pada gelas arloji. Keringkan pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit. Timbang bobot kristal asetanilida murni. Lakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida. Waktu yang dibutuhkan No. Perlakuan Pukul Waktu 1. Persiapan alat dan bahan 12:30-12:45 15 menit 2. Proses refluks 12:45-13:15 30 menit 3. Penyaringan kristal dengan Bunchner 13:15-13:20 5 menit 4. Pengeringan 1 13:20-13:30 10 menit 5. Uji titik lebur 1 13:30-13:40 10 menit 6. Menghangatkan corong 13:40-13:45 5 menit 7. Penyaringan 13:45-13:50 5 menit 8. Pencucian endapan karbon 13:50-13:55 5 menit 9. Rekristalisasi 13:55-14:20 25 menit 10. Filtrasi 14:20-14:25 5 menit 11. Pengeringan 2 14:25-14:35 10 menit 12. Penimbangan 14:35-14:38 3 menit 13. Uji titik lebur 2 14:38-14:48 10 menit Total waktu yang dibutuhkan= 2 jam 18 menit Data dan Perhitungan Data yang diperoleh dalam percobaan ini adalah : Perhitungan sintesis dibenzalseton 1. Hasil teoritis Anilin + asetat anhidrat à asetanilida + asam asetat M: 0,22 mol 0,21 mol B: 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol - S: 0,01 mol - 0,21 mol 0,21 mol Massa asetanilida teoritis = mol asetanilida x Mr diasetanilida = 0,21 mol x 135 gram/mol =28,35 gram Titik leleh = 114 °C 2. Hasil percobaan · Massa kertas saring = 0,68 gram · Massa kertas saring+kristal = 32,75 gram · Massa kristal = 32,07 gram · Massa kristal yang diperoleh pada rekristalisasi dari 1 gram kristal yang digunakan = 0,14 gram · Wujud zat = kristal · Warna = kuning · 32,07 gram à x gram 1 gram à 0,14 gram · Rendemen = Titik leleh = 114 °C Hasil Perlakuan Hasil Gambar Mencampurkan bahan dengan pendingin Larutan sudah terbentuk kristal. Hal ini dikarenakan dalam labu terjadi reaksi yang menghasilkan panas dan diluar labu didinginkan, sehingga larutan terbentuk kristal. Direfluk dan disaring Kristal berwarna kekuning – kuningan. Hal ini berarti kristal masih ada pengotornya Dikeringkan Kristal berwarna kemuning – kuningan mengkilat Uji titik leleh 112oC Titik leleh ini tidak sama dengan literatur dikarenakan dalam kristal masih ada pengotor. Dilarutkan dengan air panas dan disaring Kristal dilarutkan membentuk larutan berwarna Orange. Lalu dicuci dengan mori sehingga larutan tak berwarna. Dikeringkan Setelah tahap rekristalisasi ini, kristal yang terbentuk berwarna putih mengkilat. Hal ini dikarenakan kristal asetanilida sudah murni Uji titik leleh 114oC Titik leleh sama dengan literatur. Hal ini membuktikan bahwa kristal yang dihasilkan benar asetanilida Pembahasan Reaksi antara asam asetat anhidrida dan anilin merupakan reaksi asetilasi yang membentuk amida dalam hal ini asetanilida. Anilin merupakan suatu amina primer. Reaksi antara amonia dan asam asetat anhidrida menghasilkan asetamida, sedangkan amina dan asam asetat anhidrida menghasilkan aseramida tersubtitusi. Satu mol amina dihabiskan dalam netralisasi asam asetat yang terbentuk dalam reaksi. Sintesis asetanilida dilakukan dengan mencampurkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Anilin berfungsi sebagai reaktan (pereaksi) sedangkan asam asetat glasial sebagai pelarut yang bersifat asam. Larutan yang bersifat asam akan mengakibatkan gugus karbonil pada asam asetat anhidrida akan lebih positif sehingga penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil yaitu anilin akan lebih mudah terjadi sehingga terbentuk garam amina, selain itu asam asetat glasial berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dan menghasilkan asetanilida yang tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Abu zink berfungsi sebagai katalis yang memberikan reaksi alternatif untuk mendapatkan jalan reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah. Proses selanjutnya yaitu campuran tersebut direfluks selama 30 menit. Proses refluks memiliki dua fungsi yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan, pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antara molekul akan lebih banyak dan cepat yang menyebabkan reaksi berlangsung cepat. Fungsi yang kedua, yaitu untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap maka konsentrasi larutan dalam labu akan meningkat. Setelah proses refluks selesai tuangkan larutan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es agar diperoleh padatan kristal asetanilida. Tujuan pendinginan dengan air ini agar diperoleh kristal asetanilida, sedangkan penggunaan air dimaksudkan sebagai pelarut yang akan menghidrolisis asam asetat glasial yang masih tersisa dalam larutan. Pada proses ini diperoleh kristal berwarna kekuning – kuningan yang mengindikasikan adanya pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink, dsb). Berdasarkan kristal yang diperoleh maka perlu dilakukan pemurnian kembali. Kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan air dingin. Hasilyang diperoleh kemudian dikeringkan dan didapatkan massa asetanilida tidak murni.sebesar 32, 07 gram. Titik lebur yang diperoleh sebesar 112 ᵒC. Titik leleh yang diperoleh tidak sama dengan literatur. Hal ini disebabkan kristal yang diperoleh masih belum murni. Rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan cara menambahkan air panas setes demi setetes kedalam erlenmeyer yang berisi 1 gram kristal asetanilida. Asetanilida yang telah larut kemudian ditambahkan karbon aktif. Fungsi dari karbon aktif untuk menghilangkan pengotor yang berupa zat warna. Zat – zat warna yang terkandung pada larutan akan diadsorbsi oleh karbon aktif dan dipisahkan pada saat penyaringan panas menggunakan corong yang telah dipanaskan dan dilengkapi kertas saring. Rekristalisasi dilakukan untuk memurnikan zat yang telah didapatkan dimana asetanilida yang diperoleh masih mengandung pengotor. Pada proses rekristalisasi kelarutan pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan sehingga pengotor dapat dipisahkan dengan kertas saring pada penyaring panas. Penyaringan dilakukan pada kondisi panas agar produk hasil sintesis yang berupa kristal tidak ikut tersaring karena larut pada suhu tersebut sehingga hanya tersisa pengotor pada kertas saring. Filtrat yang diperoleh kemudian didinginkan dengan pelan – pelan dan dimasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal. Kristal yang telah terbentuk disaring menggunakan corong Bunchner dan cuci corong Bunchner dengan sedikit air untuk menghilangkan pengotor. Corong Bunchner mempercepat penyaringan karena dilakukan dengan pengisapan oleh pompa vakum. Kristal yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit untuk menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Kristal asetanilida yang telah kering ditimbang untuk mengetahui beratnya. Hasil akhir berat kristal asetanilida sebesar 0,14 gram. Sampel yang diperoleh berupa kristal berwarna putih salju yang menandakan asetanilida yang diperoleh murni. Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dilakukan uji titik lebur. Uji titik lebur suatu zat dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian secara kualitatif. Semakin murni senyawa tersebut maka titik leburnya akan sama dengan titik lebur standar senyawa tersebut yaitu 114ᵒC. Titik lebur yang diperoleh dari percobaan yaitu 114ᵒC, hal ini menandakan bahwa asetanilida yang diperoleh telah murni. Kesimpulan Berdasarkan tujuan dari percobaan maka dapat disimpulkan : 1. Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi 2. Asetanlida dibuat dari reaksi antara anilin dengan asam asetat glasial 3. Sintesis asetanilida menggunakan metode kristalisasi dan diperoleh asetanilida murni berbentuk kristal berwarna putih salju, tidak berbau dengan berat 0,14 gram dan titik lebur sebesar 114ᵒC Referensi Damtith, John, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga : Jakarta Fresenden, Ralph, J dan Joan, S Fessenden, 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi 3. Erlangga : Jakarta.Petrucci, 1994. Kimia Dasar jilid 2. Erlangga : Jakarta Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember. Vogel, 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC : Jakarta Saran Sebaiknya pada proses refluks pembuatan kristal asetanilida menggunakan anilin dan asam asetat glasial lebih lama sehingga diperoleh kristal yang lebih banyak. NamaPraktikan 1. Siti Zubaidah 101810301011 2. Fita Kurnia Firdausa 101810301031 3. Qorry Dinnia Fatma 111810301035 4. Putu Irwan Yasa 111810301041 5. Maganda Ananda Kristi 111810301042

p-nitro asetanilida

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Judul : Sintesis Para Nitroasetanilida Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi nitrasi senyawa organik Pendahuluan Penemuan terbaru ditemukan bahwa para-nitroaniline dapat diproduksi selektif dalam hasil yang tinggi dengan biaya rendah dengan keuntungan komersial dari bahan baku yang lebih murah dan lebih mudah tersedia secara komersial dari pada penemuan sebelumnya. Penemuan ini berkaitan dengan suatu proses untuk memproduksi p – nitroaniline yang terdiri dari nitrasi sebuah α-methylbenzalanilin dimana R merupakan gugus alkil yang memiliki 1 sampai 5 atom karbon , dan n adalah 0 atau 1. Campuran asam nitrat dan pelarut hidrokarbon alifatik terhalogenasi serta asam sulfat dapat membentuk p-nitro-α-metilbenzalanilin (Harada et al., 1983). Menurut penemuan sebelumnya, p-nitroanilin diproduksi dengan mereaksikan p-halonitrobenzena seperti p-kloronitrobenzena dengan amonia, atau metode yang terdiri dari nitrasi Asetanilida dan hidrolisis produk reaksi. p-kloronitrobenzena sulit untuk menghasilkan produk yang tinggi dengan selektivitas yang baik. Selain itu, metode ini memiliki kelemahan bahwa dalam hidrolisis p-nitroasetanilida jumlah molar dengan p-nitroasetanilida memerlukan alkali. Asam asetat akan terbentuk sebagai produk sampingan dari hidrolisis tersebut. Metode konvensional kurang baik karena kesulitan dan kekurangan bahan untuk memproduksi p – nitroanilin (Harada et al., 1983). Senyawa p-nitroasetanilida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang termasuk dalam golongan amida sekunder (RCONHR’). Beberapa nama lain dari p-nitroasetanilida antara lain N-(4-nitrofenil) asetamida, p-asetamidonitrobenzen, N-Asetil-4-nitroanilin. Senyawa ini berbentuk kristal prisma yang berwarna kuning pucat. Dalam industri, p-nitroasetanilida, digunakan sebagai bahan baku untuk mensistesis p-nitroanilina, yang umum digunakan sebagai zat pewarna. Jika diamati struktur molekulnya, maka akan terlihat bahwa gugus yang terikat pada atom N (R’) mengandung inti benzena (Indri dan Windysari, 2011). Sehingga senyawa ini dapat juga dikategorikan kedalam senyawa benzena terdisubstitusi. Kedua substituent pada senyawa ini adalah gugus –NO2 (gugus nitro) dan gugus –NHCOCH3 (gugus asetilamina). Senyawa p-nitroasetanilida ini memiliki 2 buah isomer posisi, yaitu : o-nitroasetanilida dan m-nitroasetanilida. Suatu isomer para (p) lebih simetris dan dapat membentuk kisi kristal yang lebih teratur jika dibandingkan dengan kedua isomer lainnya dalam keadaan padatan. Selain itu, kedua isomer tersebut lebih sulit terbentuk. Hal ini menyebabkan isomer para lebih stabil dalam perolehannya (Indri dan Windysari, 2011). Anilin tidak dapat di nitrasi dengan campuran nitrasi biasa (asam sulfat), karena bersifat terbakar dan anilin akan teroksidasi. Namun, kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan kelebihan dari asam sulfat atau dengan melindungi gugus amino dari reaksi asetilasi karena kelompok asetilamido, CH3CONH-. Asetilamido memiliki orto yang sama dan para mengarahkan pengaruh sebagai NH2-. Asetanilidaa siap mengalami nitrasi dan memberikan warna p-nitroasetanilida yang pucat jika dicampur dengan kuning o-nitroasetanilida. Rekristalisasi dari etanol mudah dilakukan karena senyawa orto lebih larut, dan p-nitroasetanilida murni dihidrolisis untuk p-nitroanilin (Raheem, 2010). p-nitroanilin banyak digunakan dalam manufaktur menengah untuk pewarna, bahan kimia pertanian, farmasi ,dan lain-lain. p-fenildiamina diperoleh dengan pengurangan p-nitroanilin yang berguna sebagai manufaktur perantara untuk poliamida, agen peracikan karet, aditif resin sintetis, pewarna, obat-obatan, bahan kimia pertanian, dll. Oleh karena itu, peningkatan permintaan untuk p-nitroanilin sebagai bahan industri akan terus meningkat (Harada et al., 1983) Mekanisme Reaksi Alat - Erlenmeyer 100 mL - Pipet tetes - Beaker glass 250 mL - Pengaduk - Termometer - Labu leher tiga 250 mL - Set alat refluks - Termometer - Corong Buchner - Kertas saring - Pompa vakum - Gelas ukur 100 mL - Melting point tester - Oven - Neraca Analitik - Penangas es - Corong - Cawan petri Bahan - Asetanilida - Asam asetat glasial - Asam sulfat pekat - Asam Nitrat pekat - Aquades - Etanol Prosedur Kerja Skema kerja 4 gram asetanilida - dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1) - ditambahkan 4 ml CH3COOH glasial dan 8 ml H2SO4 pekat - didinginkan dalam air es - ditambahkan 150 ml air dingin - ditambahkan masing-masing 2 ml HNO3 dan H2SO4 pekat kedalam labu erlenmeyer yang lain (erlenmeyer 2) - didinginkan dalam air es - dicampurkan larutan pada erlenmeyer 2 tetes demi tetes kedalam erlenmeyer 1 yang berisi larutan asetanilida - diaduk dan dijaga pada suhu 10oc - dikeluarkan setelah selesai penetesan dan dibiarkan selama 1 jam - dituangkan kedalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 ml air dan es - diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan selama 15 menit - disaring kristal dengan corong buchner - dicuci dengan air es - direkristalisasi dengan etanol - dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oc - ditimbang - ditentukan titik leleh Hasil Prosedur kerja Asetanilid 4 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1). Erlenmeyer 1 ditambahkan sebanyak 4 ml asam asetat glasial dan 8 ml asam sulfat pekat. Larutan kemudian didinginkan dalam air es.. Sementara itu dalam labu erlenmeyer 100 ml lain yang terpisah (erlenmeyer 2), campur asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat masing-masing 2 ml kemudian dinginkan labu dalam air es. Campuran nitrasi diteteskan tetes demi tetes ke dalam labu erlenmeyer yang berisi asetanilid sambil diaduk dan temperatur dijaga agar tidak lebih dari 10˚c. Labu dikeluarkan dari air es dan biarkan selama 1 jam apabila penetesan telah selesai. Larutan ini kemudian dituang ke dalam gelas beker 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa potong es. Setelah dituangkan larutan diaduk perlahan-lahan sampai kristal p-nitroasetanilid memisah dan biarkan selama 15 menit. Saring kristal dengan corong buchner, cuci beberapa kali dengan air es kemudian lakukan rekristalisasi dengan etanol. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada temperatur 100OC, ditimbang, dan ditentukan titik lelehnya. Waktu yang dibutuhkan No. Perlakuan Pukul Waktu 1. Persiapan alat dan bahan 12:30-12:45 15 menit 2. Pembuatan larutan asetanilid 12:45-12:55 10 menit 3. Pembuatan campuran nitrasi 12:55-13:05 10 menit 4. Penetesan larutan asetanilid + campuran nitrasi 13:05-13:20 15 menit 5. Pendiaman larutan (1) 13:20-14:20 60 menit 6. Pembentukan kristal p-nitroasetanilid 14:20-14:45 25 menit 7. Penyaringan kristal dengan Bunchner 14:45-15:00 15 menit 8. Rekristalisasi 15:00-15:10 10 menit 9. Pengeringan 15:10-15:25 15 menit 10. Penimbangan 15:25-15:30 5 menit 11. Uji titik lebur 15:30-15:40 10 menit Total waktu yang dibutuhkan = 3 jam 10 menit Data dan Perhitungan Data Perlakuan Hasil dan keterangan Gambar Pencampuran bahan - Larutan berwarna coklat Nitrasi - Larutan berwarna cokelat tetapi lebih jernih Tuang dalam beker Glass berisi air dingin - Larutan mengental karena adanya perbedaan suhu yang berubah drastis Kristal disaring Kristal terbentuk meskipun belum murni . bentuk kristal belum teratur Rekristalisasi dengan etanol Kristal larut dalam etanol sehingga pengotor dapat terpisah Dikeringkan Kristal terbentuk setelah mengalami proses penyaringan dan pengeringan. Kristal lebih murni dan teratur Ditimbang Massa kristal= 2,69 g; massa kristal murni= 1,99 g Uji titik leleh 210-215°C Perhitungan HNO3 (aq) + H2SO4 (aq) NO3+ (aq) + H2O (l) + HSO4- (aq) Asetanilida + Ion Nitrosonium + Ion Asam Sulfat p-nitroasetanilida + Asam Sulfat C6H5NHCOCH3 (s) + NO2+ (aq) + HSO4- (aq) C6H4NHCOCH3NO2 (s) + H2SO4 M 0,0295 mol 0,0479 mol 0,0375 mol - - R 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol S - 0,0184 mol 0,008 mol 0,0295 mol 0,0295 mol Hasil Produk kristal yang terbentuk adalah p-nitroasetanilida dengan rendemen yang dihasilkan sebanyak 37,4%. Produk yang dihasilkan berupa posisi substitusi pada gugus para karena efek sterik pada gugus amida yang menghalangi menimbulkan produk para yang tinggi. Produk yang dihasilkan berwarna putih kekuningan. Pada saat pengujian titik leleh dihasilkan range titik leleh sebesar 210-215°C. Ini menunjukkan kemurnian dari kristal yang murni. Pembahasan Pada erlenmeyer pertama asetanilida ditambahkan dengan asam asetat glasial. Penambahan ini dimaksudkan agar padatan asetanilida menjadi larutan. Asam asetat dipilih karena kelarutan asetanilida besar di dalam asam asetat sehingga reaksi dapat berlangsung dengan maksimal. Asam sulfat ditambahkan sebanyak 8 mL ini bertujuan agar kelarutan semakin besar akibat interaksi molekul yang semakin cepat. Kelarutan semakin cepat dikarenakan adanya panas yang dihasilkan dari asam sulfat. Labu ditaruh diatas es agar tidak terjadi reaksi oksidasi pada gugus karbonil sehingga asetanilida tidak berubah. Hal ini karena asetanilida akan di substitusi elektrofil, sehingga produk yang dihasilkan atau molekul target yang diharapkan sesuai. Larutan lama-kelamaan menjadi orange dikarenakan adanya energi yang diberikan oleh asam sulfat menimbulkan konjugasi dalam asetanilida menggeser tingkat energi kedaerah visible. Pada erlenmeyer yang kedua ditambahkan asam nitrat dan asam sulfat dengan volum sama. Hal ini sesuai dengan perbandingan volum sama dengan perbandingan koefisien/ molnya. Tujuan dari perlakuan ini adalah agar asam nitrat berubah menjadi elektrofil akibat asam sulfat. Perbandingan dibuat sama karena jika sampai berlebih pada asam sulfat maka akan ada reaksi sulfonasi yang terjadi sehingga produk menjadi tidak murni dan molekul target yang diharapkan berkurang. Suhu yang dijaga tidak boleh lebih dari 10°C bertujuan agar tidak ada reaksi samping dari pembentukan elektrofil. Namun pada percobaan terdapat kelemahan karena alat pengukur suhu yang memiliki skala 10°C tidak ada sehingga keakuratan dan kepastian berkurang. Pengadukan dilakukan agar reaksi berlangsung lebih cepat dan sirkulasi udara ke larutan semakin bertambah sehingga meningkatnya suhu secara cepat berkurang. Larutan dari kedua erlenmeyer dicampurkan dengan tujuan terjadi reaksi substitusi elektrofil. Nitrasi merupakan masuknya gugus nitro kedalam benzena pada posisi para karena amida merupakan pengarah orto para. Namun karena pada cabang amida yang kondisinya crowded sehingga sedikit sekali bahkan tidak mungkin gugus nitro masuk pada posisi orto. Keadaan ini semakin membuat kepastian produk para semakin banyak sehingga semakin baik dalam perlakuan sintesis. Pada percobaan kami terbentuk larutan yang berwarna coklat dikarenakan pencampuran yang terlalu cepat sehingga sebagian molekul mengalami oksidasi berlebih. Pendiaman larutan dilakukan agar reaksi dapat berlangsung hingga tak sisa bagi reaktan dan produk yang diinginkan terbentuk mendekati 100%. Perlakuan yang diberikan adalah dengan menuangkan larutan ke dalam aqudes yang berisi potongan es. Perlakuan ini bertujuan untuk pembentukan kristal. Suhu yang rendah akan semakin mempercepat pembentukan kristal karena energi dari dalam orbital yang berikatan terlepas sehingga elektron lebih cenderung dalam keadaan ground state. Molekul yang melambat akan membentuk ikatan kisi kristal dengan sesamanya untuk mencapai keseimbangan dalam kondisi suhu tersebut. Pada percobaan kami kristal yang kami peroleh berwarna kuning, hal ini terjadi karena perpindahan elektron antar molekul yang berikatan mengakibatkan timbulnya warna pada kristal. Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring buchner tujuannya agar pengotor lewat dari kertas saring dan residu dapat diambil sebagai produk yang lebih murni. Residu yang didapat kemudian dilarutkan dengan etanol yang panas. Tujuannya agar kristal membentuk larutan kembali dan pengotor yang ikut terikat dalam kristal terpisah. Etanol yang bersifat polar akan lebih mensolfasi p-nitro asetanilida sehingga kecenderungan untuk membentuk produk yang diperoleh lebih murni. Etanol yang ditambahkan sesedikit mungkin, ini dikarenakan untuk memperoleh kristal yang paling banyak adalah dengan pelarut yang paling sedikit sehingga setelah ksp berkurang rendemen larut merupakan penggunaan jumlah pelarut yang terbaik. Kristal diuapkan di dalam oven agar air yang masih berada pada kristal hilang sehingga rendemen yang dihasilkan murni dari berat kristalnya. Uji titik leleh yang dilakukan memperoleh data 210-215°C hal ini sesuai dengan literatur MSDS dari website Sciencelab.com. Data yang diperoleh menunjukkan adanya kesamaan yang menunjukkan kemurnian dari kristal yang murni. Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan sintesis p-nitro asetanilida adalah: Produk yang terbentuk adalah p-nitro asetanilida berupa kristal berwana putih kekuningan sebesar 1,99 g Reaksi nitrasi menghasilkan senyawa p-nitro asetanilida karena gugus amida merupakan pengarah orto dan para, namun karena adanya halangan sterik dari gugus amida maka reaksi cenderung mengarah ke produk para Referensi Harada, Nagaoka, dan Shimizu. 1983. “Process for producing p-nitroaniline.” Tidak Diterbitkan. Laporan Penelitian. Jepang: Mitsui Petrochemical Industries Ltd. Indri, Anietta. dan Windysari. 2011. “Sintesis p-Nitroasetanilida”. Makalah. Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga Itokindo. 2013. MSDS Asam Nitrat (serial on line) http://www.itokindo.org/?wpfbdl =226 [04 November 2013] Raheem, Dotsha J. 2010. Preparation of p-nitroaniline. Irak: Universitas Salahaddi Sciencelab. 2013. MSDS CH3COOH (serial on line) http://www.sciencelab. com/msds.php ?msdsId=9922769 [04 Desember 2013] Sciencelab. 2013. MSDS CH3COOH (serial on line) http://www.sciencelab.com/ msds.php?msdsId=9927435 [04 Desember 2013] Sciencelab. 2013. MSDS H2SO4 (serial on line) http://www.sciencelab.com/msds. php?msdsId=9925146 [15 November 2013] Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember Tvsocorp. 2013. MSDS Etanol (serial on line) http://www.tsocorp.com/stellent groups/corpcomm/documents/tsocorp_documents/msdsethanol.pdf [02 Desember 2013] Saran Saran dari percobaan sintesis p-nitro asetanilida adalah: Penambahan etanol panas harus diberikan secara tepat kelarutannya agar kristal yang terbentuk lebih banyak Pada saat pengovenan sebaiknya kristal dalam keadaan yang tersebar merata dalam kertas sehingga pelarut dapat hilang dengan sempurna Nama Praktikan a. Siti Zubaidah 101810301011 b. Fita Kurnia Firdausa 101810301031 c. Qorry Dinnia Fatma 111810301035 d. Putu Irwan Yasa 111810301041 Maganda Ananda Kristi 111810301042

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK

LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK Judul : Reaksi Pembuatan Alkena dengan Dehidrasi Alkohol Tujuan Percobaan : -Mempelajari reaksi dehidrasi suatu alkohol untuk menghasilkan senyawa dengan ikatan rangkap -Mengidentifikasi senyawa dengan ikatan rangkap Pendahuluan Semua alkohol dengan atom hidrogen terikat pada atom karbon yang berikatan dengan atom karbon yang mengikat gugus alkohol dapat mengalami reaksi dehidrasi menghasilkan molekul dengan ikatan rangkap. Dehidrasi alkohol primer merupakan reaksi pelepasan molekul air dari alkohol primer. Alkohol primer adalah senyawa alkanol yang gugus -OH nya terikat pada atom C primer. Atom C primer yaitu atom C yang mengikat satu atom C yang lain sehingga berada diujung rantai. Alkohol primer, gugus -OH nya terikat pada atom C yang berada diujung. Gugus fungsi -OH dapat berpindah posisi sehingga posisi -OH ini harus dinyatakan dengan nomor pada nama senyawanya. Alkohol sekunder (2°) adalah alkohol dengan gugus hidroksil (–OH) terikat pada atom karbon sekunder sehingga proses dehidrasi terjadi pada C sekunder. Atom karbon sekunder adalah atom karbon yang mengikat dua atom karbon lain dan untuk alkohol tersier (3°) adalah alkohol dengan gugus hidroksil (–OH) terikat pada atom karbon tersier, dan proses dehidrasi terjadi pada C tersier. Atom karbon tersier adalah atom karbon yang mengikat tiga atom karbon lain. Pelepasan molekul air dari alkohol berasal dari gugus –OH dan satu atom H dari rantai atom C yang letaknya terdekat dengan -OH, yaitu atom H pada atom C no. 2. Zat yang terbentuk tentulah senyawa alkena, karena 2 ikatan kovalen dari 2 atom C bersebelahan putus, kemudian menutup membentuk ikatan rangkap. Penarikan molekul air dari alkohol diperlukan suatu zat yang bersifat dehidrator misalnya asam sulfat pekat (H2SO4). Alkohol yang dipanaskan bersama asam sulfat pekat akan mengalami dehidrasi (melepas molekul air) membentuk eter atau alkena. Pemanasan pada suhu sekitar 130OC menghasilkan eter, sedangkan pemanasan pada suhu sekitar 180OC menghasilkan alkena. Asam sulfat pekat dapat bertindak sebagai katalis atau dapat menjadi agen pengoksidasi kuat.. Katalis ini mengoksidasi beberapa alkohol menjadi karbon dioksida dan disaat yang sama tereduksi dengan sendirinya menjadi sulfur oksida . Kedua gas ini (karbon dioksida dan sulfur oksida) harus dikeluarkan dari alkena. Etanol dipanaskan bersama dengan asam sulfat pekat berlebih pada suhu 170°C. Pengeluaran gas karbon dioksida dengan dilewatkan ke dalam larutan natrium hidroksida untuk menghilangkan karbondioksida dan sulfur dioksida yang dihasilkan dari reaksi – reaksi samping. Dehidrasi alkohol dengan H2SO4 harus dilakukan pada suhu yang agak tinggi. H2SO4 pekat pada suhu itu juga bersifat sebagai pengoksidasi kuat, sehingga penggunaan sebagai zat pendehidrasi alkohol juga akan mengoksidasi alkohol menghasilkan aldehida, keton atau asam karboksilat. Senyawa dengan ikatan rangkap yang dihasilkan selama dehidrasi alkohol juga dapat menghasilkan reaksi polimerisasi dengan adanya H2SO4 yang berperan sebagai katalis asam. Percobaan ini dilakukan untuk menambah pengetahuan praktikan tentang reaksi dehidrasi alkohol. Reaksi dehidrasi alkohol dipelajari untuk menghasilkan senyawa dengan ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang terbentuk di identifikasi sifat fisik dan kimianya. Mekanisme Reaksi Alat - Set alat Destilasi - Pemanas listrik - Gelas ukur 50 mL - Termometer - Pipet mohr - Piknometer - Penangas air Bahan - H2SO4 pekat - sikloheksanol - MgSO4 anhidrat - Larutan 5% Br2 dalam n-oktanol - Batu didih - Larutan KMnO4 Prosedur Kerja Skema kerja 20 mL sikloheksanol - Dimasukkan ke dalam labu destilasi - Dimasukkan beberapa potong batu didih - Ditambahkan tetes demi tetes 3,3 mL H2SO4 pekat ke dalam labu ukur sambil digoyang - Didestilasi campuran secara perlahan diatas pemanas listrik - Dihentikan destilasi saat suhunya mencapai 90°C - Ditambahakan 5 gram MgSO4 anhidrat pada saat distilat yang diperoleh - Dipisahkan cairannya dengan dekantasi secara hati-hati - Diidentifikasi destilat yang diperoleh dengan mengukur titik didih, massa jenis - Diidentifikasi ikatan rangkap (melalui reaksi dengan brom atau oksidasi dengan KMnO4) - Dibandingkan nilainya dengan literatur Hasil Uji Titik Didih 1 mL Destilat - Dimasukkan kedalam pipa kapiler - Dipanaskan dengan pemanas - Diidentifikasi titik didihnya - Dibandingkan nilainya dengan literatur Hasil Uji Massa Jenis 10 mL Destilat - Dimasukkan kedalam piknometer - Ditimbang massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi destilat - Dihitung massa jenis destilat - Dibandingkan nilainya dengan literatur Hasil Uji Ikatan Rangkap 2 mL Destilat - Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1 - Dimasukkan 2 mL sikloheksanol ke dalam tabung reaksi 2 sebagai pembanding - Ditambahkan 3 tetes KMnO4 - Diidentifikasi ikatan rangkap (melalui reaksi oksidasi dengan KMnO4) - Dibandingkan nilainya dengan literatur - Dilakukan pengujian yang sama dengan menggunakan Br2 Hasil Prosedur kerja Satu set alat destilasi disiapkan dan dirangkai. Labu destilasi 100 mL dihubungkan dengan air pendingin dan labu erlenmeyer 150 mL ditaruh didalam es sebagai penampung destilat. Sikloheksanol 20 mL dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan ditambahkan beberapa potong batu didih. H2SO4 pekat 3,3 mL ditambahkan tetes demi tetes ke dalam labu sambil selalu digoyang. Campuran di destilasi secara perlahan-lahan di atas pemanas listrik dan dihentikan ketika mencapai 90oC. MgSO4 anhidrat 5 gram di tambahkan pada destilat yang diperoleh dan dipisahkan cairannya dengan dekantasi secara hati-hati. Destilat yang diperoleh pada prosedur diatas di identifikasi dengan mengukur titik didih, massa jenis, dan ikatan rangkap. Identifikasi ikatan rangkap melalui reaksi dengan brom dan oksidasi dengan KMnO4. Hasil yang diperoleh di bandingkan dengan literatur. Waktu yang dibutuhkan 1. Persiapan alat destilasi 15 menit 2. Distilasi sampel 60 menit 3. Dekantasi 10 menit 4. Identifikasi titik didih, massa jenis, dan ikatan rangkap 20 menit Larutan Warna Perlakuan Perubahan Destilat Tak berwarna + 3 gram MgSO4 Tak berwarna Data dan Perhitungan Hasil Destilat Sifat Fisik Teori Percobaan Keterangan Titik didih 83oC 76oC Titik didih yang diperoleh dari percobaan dan literatur berbeda. Hal ini dikarenakan penangas yang digunakan merupakan penangas yang dalam kondisi masih panas. Massa jenis (ρ) 0,81 g/mL m/v = 3,97 g / 5mL = 0,79 g/mL Hampir mendekati Rendemen = volume akhir / volume awal x 100% Misal = 13 mL/ 23,3 mL x 100% = 55,8% Hasil Percobaan ke-1 ini merupakan sistesis alkena dengan menggunakan alkohol. Alkohol yang digunakan adalah alkohol sekunder yaitu sikloheksanol yang direaksikan dengan asam sulfat. Asam sulfat digunakan untuk menghasilkan alkena dengan proses hidrolisis. Sistesis alkena mengunakan 1 set alat destilasi yang dipanaskan hingga suhu 90°C. Suhu yang digunakan bukan 160°C dikarenakan sifat asam sulfat yang dapat bersifat sebagai agen pengoksidasi kuat yang akan menghasilkan produk samping. Proses dari pemanasan yang tinggi membuat produk menjadi tidak murni akibat terbentuk senyawa hasil oksidasi. Tujuan lainnya adalah karena titik didih sikloheksanol sebesar 160°C sehingga agar sikloheksanol tidak ikut melewati kondensor maka dilakukan pemanasan pada suhu 90°C. Sintesis alkena dilakukan dengan menggunakan set alat destilasi. Percobaan berlangsung selama 60 menit. Proses yang dilaksanakan dalam praktikum pada kenyataannya tidak menghasilkan destilat selama 60 menit sehingga dilakukan penambahan waktu. Pembahasan Percobaan kali ini praktikan melakukan dehidrasi alkohol menggunakan alkena. Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah sikloheksanol. Sikloheksanol merupakan suatu alkohol sekunder. Alkohol sekunder jika direaksikan dengan asam kuat dan suhu yang tinggi akan menghasilkan suatu gugus alkena. Langkah pertama yang dilakukan ialah mempersiapkan alat destilasi dan sampel. Sikloheksanol 20 mL dimasukkan dalam labu destilasi dan dimasukkan juga beberapa potong batu didih. Labu distilasi harus segera ditutup menggunakan kertas sambil digoyang – goyang. Penutupan ini berfungsi agar sikloheksanol yang diambil tidak menguap karena sikloheksanol bersifat volatil. Batu didih berfungsi untuk mengurangi panas dalam larutan akibat reaksi maupun larutan. Langkah selanjutnya adalah penambahan H2SO4 sebanyak 3,3 mL. Penambahan ini harus dilakukan dalam lemari asap. Reaksinya sebagai berikut: Gugus –OH pada sikloheksanol menyerang H+ pada H2SO4. Serangan ini terjadi karena adanya transfer proton dari atom O. OH merupakan gugus pergi yang buruk sehingga harus diubah menjadi gugus pergi yang baik. Penambahan asam dapat mengubah OH menjadi H2O yang merupakan gugus pergi baik. Reaksi ini disebut dehidrasi alkohol karena alkohol yang bereaksi dengan asam akan berubah menjadi gugus alkena (sikloheksena). Penambahan H2SO4 menyebabkan larutan yang semula bening menjadi berwarna kecoklatan. Larutan kemudian di destilasi selama 1 jam dengan suhu yang dijaga 90oC. Setelah 1 jam, percobaan yang dilakukan belum menghasilkan destilat sehingga suhu dinaikkan sampai tidak melebihi 160oC. Sikloheksanol memiliki titik didih 160oC. Apabila suhu yang dinaikkan melebihi 160oC maka larutan yang menguap ialah sikloheksanol. Destilasi dihentikan sampai menghasilkan destilat sebanyak ± 13 mL. Destilat tersebut diidentifikasi titik didih, massa jenis dan ikatan rangkapnya melalui masing-masing pengujian yang berbeda. Pengujian yang pertama ialah mengidentifikasi massa jenis destilat. Pengukuran massa jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer namun karena destilat yg dihasilkan kurang dari 10 mL, maka pengukuran massa jenis menggunakan gelas ukur 5 mL. Langkah pertama gelas ukur ditimbang terlebih dahulu. Massa gelas ukur kosong sebesar 17,61 gram sedangkan massa gelas ukur yang berisi destilat sebesar 21,58 gram. Berdasarkan perhitungan didapat massa destilat sebesar 3,97 gram. Massa jenis destilat dapat diperoleh dengan membagi massa destilat per volume destilat sehingga didapat massa jenis destilat (sikloheksena) sebesar 0,79 gram/mL. Menurut literatur MSDS Sigma untuk sikloheksena sebesar 0,81 gram/mL. Nilai ini mendekati literatur yang ada. Pengujian yang kedua ialah identifikasi ikatan rangkap pada destilat. Identifikasi ini dilakukan sebanyak dua kali. Pertama mencampurkan KMnO4 pada destilat dan yang kedua mencampurkan Br2 pada destilat. Destilat yang dicampur dengan KMnO4 sebanyak 3 tetes menyebabkan larutan yang semula bening terbentuk endapan yang berwarna coklat. Sikloheksanol yang murni juga dicampur dengan KMnO4 sebagai pembanding dengan destilat. Hasil pencampuran tersebut berbeda dengan destilat yang telah direaksikan dengan KMnO4. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa destilat yang dihasilkan memiliki ikatan rangkap, karena ada endapan coklat. Pengujian ikatan rangkap yang kedua dengan mencampurkan destilat dan Br2. Prosedur yang dilakukan sama dengan yang dilakukan saat pencampuran KMnO4. Destilat yang dicampurkan dengan Br2 tidak mengalami perubahan warna namun terbentuk dua fase. Sikloheksanol yang murni juga dicampur dengan Br2 ternyata tidak mengalami perubahan apapun. Hal ini disebabkan Halida bercampur dengan alkohol membentuk alkil halida sehingga reaksi terjadi dan tidak membentuk dua fase. Pengamatan ini membuktikan bahwa destilat tersebut memiliki ikatan rangkap. Pengujian yang ketiga ialah identifikasi titik didih. Destilat yang diperoleh dimasukkan kedalam pipa kapiler dan diletakkan di dalam pemanas. Larutan ditunggu beberapa menit sampai larutan mendidih. Berdasarkan hasil percobaan destilat mendidih pada suhu 76 OC Berdasarkan hasil literatur sikloheksena memiliki titik didih 83OC Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada. Berdasarkan ketiga identifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa sikloheksanol yang direaksikan dengan asam kuat menghasilkan gugus alkena. Uji massa jenis dan titik didih pun sesuai dengan literatur didih alkena. Identifikasi ikatan rangkap pada 2 pengujian diatas memperkuat data bahwa destilat yang diperoleh memiliki ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang sangat mungkin terjadi membentuk gugus alkena yakni sikloheksena. Kesimpulan Kesimpulan dari percobaan Reaksi pembuatan alkena dengan dehidrasi alkohol adalah: 1. Proses pembuatan alkena dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah dengan menggunakan reaksi dehidrasi alkohol 2. Ikatan rangkap yang diperoleh dari reaksi dehidrasi alkohol dapat diidentifikasi menggunakan uji brom maupun dengan KMnO4 Referensi Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember http://www.chem.ucla.edu/~bacher/faqs/LabWriteup/example.html http://www.sciencelab.com/ http://sigmaaldrich.com/catalog/product/fluka/29230 Saran Saran dari percobaan Reaksi pembuatan alkena dengan dehidrasi alkohol adalah: 1. Larutan H2SO4 yang digunakan harus dipastikan kemurniannya, bila perlu buatlah larutan H2SO4 yang baru agar tidak terkontaminasi dengan zat lainnya 2. Naikkan suhu bila belum mendapat destilat yang diinginkan namun jangan melebihi titik didih destilat yang akan diperoleh 3. Pastikan dengan benar pemasangan alat destilasi, air harus selalu mengalir melalui tabung destilasi dan jaga kenaikan suhu Nama Praktikan 1. Siti Zubaidah 101810301011 2. Fita Kurnia Firdausa 101810301031 3. Qorry Dinnia Fatma 111810301035 4. Putu Irwan Yasa 111810301041 5. Maganda Ananda Kristi 111810301042

Kamis, 13 Maret 2014

BELERANG

PERCOBAAN II BELERANG Oleh : Nama : Putu Irwan Yasa NIM : 111810301041 Angkatan : 2011 Asisten : LABORATORIUM KIMIA ANORGANIK FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS JEMBER 2013 PERCOBAAN 2 BELERANG I. Tujuan 1. Menganalisis sifat kimia belerang dan senyawa belerang 2. Mempelajari pembentukan alotropi belerang II. Tinjauan Pustaka 2.1 Material Safety Data Sheet 2.1.1 Sulfur Sulfur adalah unsur kimia yang sering disebut belerang dengan rumus kimia S. Belerang berwujud padatan berwarna kuning dengan bau menyengat. Belerang memiliki titik didih 444oC (832 oF), titik leleh 119oC (246 oF), kerapatan uap lebih dari 1. Belerang memiliki pH netral ketika kering dan tidak larut dalam air. Gas/bau yang dihasilkan oleh belerang menyengat dan memiliki dampak pada kesehatan, yaitu bisa menyebabkan iritasi pada saluran pernafasan dan merusak alat respirasi jika terhisap dalam jumlah yang banyak. Sulfur juga berbahaya apabila terkena mata karena juga akan mengakibatkan iritasi. Apabila terjadi sesak nafas atau batuk, segera pindah ke udara segar dan jika efek tersebut masih terasa, segera minta bantuan medis (Anonim, 2013). 2.1.2 Besi Besi adalah unsur kimia dengan rumus Fe. Besi wujud padat (serbuk besi), berwarna abu-abu, tidak berasa dan tidak berbau. Besi memiliki massa molekul 55,85 g/mol, titik didih 3000oC (5432 oF), titik leleh 1535oC (2795 oF). Besi tidak larut dalam air dingin, air panas dan dietil eter. Unsur ini sedikit berbahaya apabila terkena kulit, mata, tertelan serta terhirup. Jika terkena kulit atau mata segera bilas dengan air karena bisa menyebabkan iritasi, jika terhirup segera pindah untuk menghirup udara segar dan jika tertelan jangan memasukkan apapun pada mulut, segera minta bantuan medis (Anonim, 2013). 2.1.3 Besi sulfida Besi sulfida adalah senyawa kimia yang memiliki rumus FeS. Senaywa ini berwujud padat (kristal) berwarna abu-abu, tidak berbau, tidak berasa , memiliki massa molekul 87,92 g/mol, titik leleh 1194oC (2181,2 oF), dan sangat sedikit laruta dam air dingan. Senyawa ini memiliki efek pada kesehatan yaitu sangat berbahaya apabila terhirup dan berbahaya apabila terjadi kontak dengan kulit, mata dan tertelan. Jika efek yang terjadi parah, maka segera minta bantuan medis (Anonim, 2013). 2.1.4 Asam Klorida Asam klorida adalah senyawa kimia dengan rumus HCl. Asam klorida berwujud cairan yang tidak berwarna atau sedikit berwarn kuning bening, berbau menyengat. Senyawa ini adalah asam kuat yang memiliki titik didih 108.58oC @ 760 mm Hg (for 20.22% HCl dalam air) ; 83oC @ 760 mm Hg (for 31% HCl dalam air) ; 50.5oC (for 37% HCl dalam air), titik leleh -62.25°C (-80°F) (20.69% HCl dalam air) ; -46.2 C (31.24% HCl dalam air) ; -25.4 C (39.17% HCl dalam air). Asam klorida larut dalam air dingin, air panas dan dietil eter. Senyawa ini sangat berbahaya apabila terjadi kontak dengan kulit, mata, pernafasan dan tertelan. Apabila terkena kulit segera bilas dengan air mengalir dan sabun, jika terkena mata segera bilas dengan air mengalir selama beberapa menit, dan jika terhirup segera pindah ke luar ruaangan untuk menghirup udara segar. Efek yang terasa parah, harus segera meminta bantuan medias. Efek kronis dari senyawa ini yaitu, beracun bagi alat pernafasan, mata, dan kulit (anonim, 2013). 2.1.5 Asam Sulfat Asam sulfat adalah zat kimia yang memiliki rumus kimia H2SO4. Asam sulfat adalah asam kuat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Asam sulfat berwujud cairan tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki massa molekul 98,08 g/mol, titik didih 270oC (518oF), titik leleh -35oC (-31oF). Zat ini mudah larut dalam air, dan etanol. Pada saat percobaan, pengambilan zat ini dilakukan di dalam lemari asap karena menghindari untuk terhirup. Asam sulfat bisa menyebabkan iritasi, korosif, dan luka bakar apabila terjadi kontak dengan kulit, mata dan juga pada pencernaan dan alat pernafasan apabila terhirup. Penanganan apabila zat ini terkena kulit atau mata, segera basuh dengan air mengalir dan meminta bantuan medis karena asam sulfat sangat berbahaya. Apabila uap asam terhirup, segera pindah ke luar untuk menghirup udara segar. Efek kronis asam sulfat yaitu dapat menyebabkan kerusakan sistem pernafasan, dan bersifat racun untuk ginjal, paru-paru dan hati (Anonim, 2013). 2.1.6 Tembaga Sulfat Tembaga sulfat adalah senyawa kimia dengan rumus CuSO4. Senyawa ini berwujud larutan berwarna biru, memiliki massa molekul 249,69 g/mol, titik didih 150oC (302oF), titik leleh 110oC (230oF). Tembaga sulfat mudah larut dalam air panas, air dingin, metanol, sebagian larut dalam pelarut organik, dan tidak latut dalam etanol. Senyawa ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan mata, kulit, pernafasan dan pencernaan. Penanganan pertama sama dengan senyawa lainya, namun apabila terjadi efek yang serius maka segera meminta bantuan medis (Anonim, 2013). 2.1.7 Karbon Disulfida Karbon disulfida adalah senyawa kimia dengan rumus CS2. Senyawa ini berwujud larutan tidak berwarna, memiliki massa molekul 76,14 g/mol, titik didih 46,3oC (115,3oF), titik leleh -111,63oC (-168,9oF), tekanan uap 297,6 mmHg (pada 20 oC), dan mudah larut dalam air dingin. Senyawa ini berbahaya apabila terjadi kontak dengan kulit, mata, pernafasan dan pencernaan. Penanganan apabila terjadi kontak hampir sama dengan senyawa-senyawa yang lain (Anonim, 2013). 2.1.8 Kloroform Kloroform adalah senyawa kimia dengan rumus CHCl3. Senyawa ini berwujud larutan tidak berwarna, memiliki massa molekul 119,38 g/mol, titik didih 61oC (141,8oF), titik lebur -63,5oC (-82,3oF), tekanan uap 21,1 kPa (pada 20 oC), dan senyawa ini mudah larut dalam air dingin. Senyawa ini memiliki efek iritasi apabila terjadi kontal dengan kulit, mata, pernafasan dan pencernaan. Penanganan awal sama dengan senyawa lainya dan jika terjadi efek yang serius maka segera minta bantuan medis (Anonim, 2013). 2.2 Dasar Teori Belerang ditemukan di alam sebagai unsur bebas, sulfat, maupun sebagai bijih sulfida. Belerang berwarna kuning pucat, padatan yang rapuh, yang tidak larut dalam air tapi mudah larut dalam CS2 (karbon disulfida). Dalam berbagaibentuk, baik gas, cair maupun padat, unsur belerang terjadi dengan bentuk alotropyang lebih dari satu atau campuran. Dengan bentuk yang berbeda-beda, akibatnya sifatnya pun berbeda-beda dan dan keterkaitannya antara sifat dan bentuk alotropnya masih belum dapat dipahami (Clark, 2008). Berdasarkan hubungan berkala dan konfigurasi elektron, diharapkan ada persamaan anatara S dan O. Kedua unsur ini membentuk senyawa ionik dengan logam aktif dan keduanya membentuk senyawa kovalen yang serupa, H2S dan H2O, CS2 dan CO2, SCl2 dan Cl2O. Tetapi ada faktor –faktor yang membedakan senyawa oksigen dan belerang. Atom O mempunyai satu ikatan tunggal kovalendengan jari- jari 74 pm. Sedangkan atom S = 104 pm. Elektronegativitasnya 3,44 untuk O dan 2,58 untuk S. Ikatan hidrogen dalam senyawa belerang tidak senyatadalam senyawa oksigen. Dibandibngkan O, kapasitas atom S lebih besar berikatan dengan atom-atom lain secara serentak karena tersedi orbital 3d (Petrucci, 1985). Menurut Petrucci (1985), bahwa ada beberapa allotropi belerang, yaitu : · Belerang rombik (Sα) · Belerang monoklinik (Sß) · Belerang cair (Sλ) · Belerang cair (Sµ) yang memiliki warna gelap · Uap belerang, S8 · Belerang plastik Sifat-sifat belerang yaitu belerang berwarna kuning pucat, padatan yang rapuh, yang tidak larut dalam air tapi mudah larut dalam CS2 (karbon disulfida). Dalam berbagai bentuk, baik gas, cair maupun padat, unsur belerang terjadi dengan bentuk alotrop yang lebih dari satu atau campuran. Dengan bentuk yang berbeda-beda, akibatnya sifatnya pun berbeda-beda dan keterkaitan antara sifat dan bentuk alotropnya masih belum dapat dipahami. Pada tahun 1975, ahli kimia dari Universitas Pensilvania melaporkan pembuatan polimer belerang nitrida, yang memiliki sifat logam, meski tidak mengandung atom logam sama sekali. Zat ini memiliki sifat elektris dan optik yang tidak biasa. Belerang dengan kemurnian 99.999+% sudah tersedia secara komersial. Belerang amorf atau belerang plastik diperoleh dengan pendinginan dari kristal secara mendadak dan cepat. Studi dengan sinar X menunjukkan bahwa belerang amorf memiliki struktur helik dengan delapan atom pada setiap spiralnya. Kristal belerang diduga terdiri dari bentuk cincin dengan delapan atom belerang, yang saling menguatkan sehingga memberikan pola sinar X yang normal (Anonim, 2013). Belerang adalah komponen serbuk mesiu dan digunakan dalam proses vulkanisasi karet alam dan juga berperaan sebagai fungisida. Belerang digunakan besar-besaran dalam pembuatan pupuk fosfat. Berton-ton belerang digunakan untuk menghasilkan asa sulfat, bahankimia yang sangat penting. Belerang juga digunakan untuk pembuatan kertas sulfit dan kertas lainnya, untuk mensterilkan alat pengasap, dan untuk memutihkan buah kering. Belerang merupakan insultor yang baik. Belerang sangat penting untuk kehidupan. Belerang adalah penyusun lemak, cairan tubuh dan mineral tulang, dalam kadar yang sedikit. Belerang cepat menghilangkan bau. Belerang dioksida adalah zat berbahaya di atmosfer, sebagai pencemar udara (Anonim, 2013). 1. Hidrogen Biner Hidrogen Sulfida adalah sebuah bahan kimia laboratorium yang penting, karena di pakai secara luas dalam analisis kualitatif. Zat ini dapat dengan mudah di buat dengan aksi asam terhadap sulfida logam, atau dengan hidrolisis tioasetamida : FeS(s) + 2HCl(aq) → H2S(g) + FeCl2(aq) CH3CSNH2(aq) + H2O → H2S(aq) + CH3CONH2(aq) Hidrogen Sulfida adalah gas yang beracun dan dapat larut dalam air. H2S + H2O → H3O+ +HS- (Anonim, 2013). 2. Polisulfida Logam Belerang tidak hanya terikat bersama dalam belerang unsur, tetapi dapat bereaksi juga dengan ion sulfida dengan membentuk ion polisulfida. BaS + 2S → BaS3 Ion polisulfida ukurannya berkisar dari S22- sampai S63-. Kristal polisulfida yang paling terkenal, yaitu bijih besi yang umum seperti pirit (FeS) (Anonim, 2013). 3. Oksida dan Asam okso SO2 dan SO3 Sulfur dioksida (SO2) adalah gas tidak berwarna. Berbau khas memerihkan mata dan dapat merusak saluran pernapasan, sebab apabila terisap oleh pernapasan secara berlebihan akan bereaksi dengan air dalam saluran pernapasan dan membentuk asam sulfit yang akan merusak jaringan dan menimbulkan rasa sakit. Sulfur dioksida dapat terbentuk pada pembakaran batu bara yang mengandung belerang, dan pemanggangan bijih sulfida. Sulfur dioksida dapat melarut dengan baik dalam air. SO2(g) + H2O(l) → H2SO3 (aq) Sampai kini belum ditemukan sepesi H2SO3 dalam larutan, dan dianggap bahwa jika SO3 dialirkan kedalam air terbentuk suatu hidrat, namun telah dikenal garam hidrogen sulfit dan garam sulfit. Setengah dari sulfur dioksida berasal dari pembangkit energi dan proses industri yang menggunakan bahan baku yang mengandung belerang. Meskipun pada keadan biasa SO3 sukar terbentuk pada keadaan tertentu, SO2 dapat dioksida menjadi SO3. London smog / smog kelabu terjadi dari campuran SO partikulat dan kabut, zat dalam partikulat dapat mengkatalisa pembentuk SO3 dari SO2 dan dengan udara lembab dapat menghasilkan kabut yang mengandung asam sulfat (Anonim, 2013). Senyawa organik yang mengandung belerang sangat penting. Kalsium sulfur, ammonium sulfat, karbon disulfida, belerang dioksida dan asam sulfida adalah beberapa senyawa di antara banyak senyawa belerang yang sangat penting (Anonim, 2013). III. Alat dan Bahan 3.1 Alat : · Cawan porselen · Pembakar spiritus · Tabung reaksi · Gabus penutup tabung reaksi · Kaca arloji · Pipa Bengkok · Pipa lancip · Penjepit tabung reaksi 3.2 Bahan : · Serbuk Besi · Serbuk Belerang · HCl pekat · H2SO4 pekat · CuSO4 0,5 M · FeS · CS2 · Kloroform IV. Skema Kerja 4.3 Analisis Sifat Belerang · Dibuat campuran serbuk besi dan belerang dengan perbandingan 1:1 dalam cawan porselin · Dipanaskan campuran sehingga keduanya bereaksi · Diambil beberapa butir FeS, dan dimasukkan dalam tabung reaksi · Ditambahkan larutan HCl pekat dan ditutup dengan gabus yang sudah diberi pipa lancip · Dipanaskan tabung reaksi dan dinyalakan gas yang terjadi · Diarahkan nyala api ke kaca alroji, diamati apa yang terjadi · Diambil beberapa keping FeS kemudian dimasukkan dalam tabung reaksi · Ditambahkan asam klorida pekat, ditutup dengan gabus yang sudah dilengkapi dengan pipa bengkok dan dipanaskan · Dialirkan gas yang terjadi pada : a. Larutan H2SO4 pekat b. Larutan CuSO4 0.5M c. Diamati semua peristiwa yang terjadi · Dituliskan semua reaksi yang terjadi pada langkah penambahan gas yang dialirkan pada larutan a, b, c Hasil 4.4 Sifat Alotropi Belerang · Ditimbang 2 x 0,5 gram belerang · Dimasukkan masing-masing ke dalam tabung reaksi · Ditambahkan larutan CS2 pada tabung A · Ditambahkan larutan chloroform pada tabung B dan dipanaskan sampai semua larut · Diuapkan semua pelarutnya dan diamati bentuk kristalnya · Hasil Dibandingkan bentuk kristal yang terjadi V. Hasil Pengamatan 5.1 Anaisis Sifat Belerang No Perlakuan Fenomena Gambar 1 Analisis Sifat Belerang Serbuk besi dan belerang (1:1) dicampur dan dipanaskan - Membentuk senyawa FeS - Ketika dipanaskan campuran bewarna hitamdan berbentuk karamel - Saat dingin campuran kembali dalam bentuk padat berwarna hitam FeS ditambah dengan HCl pekat, dipanaskan dan dinyalakan gasnya - Muncul gas H2S, ditampung dibalik kaca arloji - Saat gas dinyalakan timbul percikan api - Dibalik kaca arloji yang terdapat gas H2S, bewarna sedikit kuning FeS ditambah dengan HCl pekat, dipanaskan dan gas dialirkan pada larutan H2SO4 pekat - Dinding tabung H2SO4 yang berisi timbul warna putih FeS ditambah dengan HCl pekat, dipanaskan dan gas dialirkan pada larutan CuSO4 Permukaan larutan CuSO4 timbul endapan CuS yang bewarna hitam kecoklatan 2 Pembentukan alotropi belerang Belerang ditambah CS2 dan dipanaskan Tidak terbentuk endapan yang seharusnya berbentuk seperti karang Belerang ditambah kloroform dan dipanaskan Tidak terbentuk kristal yang berbentuk jarum (kristal monoklinik) 5.2 Sifat Alotropi Belerang Tabung Reaksi Sifat Fisik Kristal (Hasil Percobaan) Jenis Alotropi Belerang Sifat Fisik Kristal (Literatur) A (S + CS2) - Rombik Karang berwarna kuning B (S + CHCl3) Kerak/padatan tipis seperti jarum berwarna kuning Monoklinik Butiran/Padatan berwarna kuning VI. Hasil Analisis . Pada percobaan ini kita membuat senyawa pirit dari serbuk besi dan bubuk belerang. Reaksi yang terjadi pada pembuatan pirit yaitu : Fe (s) + S (s) FeS (s) Pada reaksi ini berlangsung secara endoterm sehingga dibutuhkan panas untuk menghasilkan pirit. Pirit yang terbentuk diperoleh dari interaksi antara atom-atom Fe dan sulfur yang saling bertumbukan akibat adanya pemanasan. Pemanasan yang bertambah akan mengakibatkan laju reaksi pembentukan pirit semakin cepat, namun pirit yang dihasilkan bentuknya menjadi kurang baik akibat pemaksaan proses laju. Proses yang terbaik adalah menjaga agar reaksi berjalan pada suhu yang konstan yang sesuai dengan suhu pembentukan pirit, yaitu suhu yang sebanding untuk entalpi pembentukan pirit. Pirit dari kelompok kami berwarna hijau kehitaman yang sesuai dengan literatur. Berbentuk padat lunak pada saat suhu masih diatas suhu kamar, namun mengeras saat suhu mencapai suhu kamar. Pirit( FeS) yang terbentuk selanjutnya direaksikan dengan HCl. Reaksi yang terjadi yaitu : FeS (s) + 2HCl (l) H2S (g) + FeCl2 (aq) Pirit yang dipanaskan bersama HCl akan menghasilkan senyawa hidrogen sulfida. Hidrogen sulfida berfase gas yang mudah terbakar jika terkena api. Sehingga pada praktikum digunakan api dengan bantuan korek api untuk mengetahui gas yang dihasilkan terbentuk hidrogen sulfida atau tidak. H2S sendiri merupakan gas yang baunya tidak sedap. Bau ini juga dapat mengindikasikan adanya gas yang berhasil dihasilkan, yaitu gas H2S. Pada percobaan kelompok kami H2S terbentuk karena terlihat percikan pada kaca arloji. Larutan yang terbentuk adalah larutan FeCl2. Larutan tersebut berwarna orange yang mengindikasikan adanya ion-ion Fe2+ yang berwarna orange sedangkan untuk ion-ion Cl- tidak berwarna. Pada reaksi diatas dihasilkan gas H2S yang berbau tidak sedap, dimana gas tersebut selanjutnya dinyalakan dengan menggunakan korek api. Nyala api tersebut diarahkan ke kaca alroji dan hasilnya pada kaca arloji terdapat bercak putih. Bercak tersebut adalah gas SO2 yang dihasilkan dari reaksi antara antara hidrogen sulfida dengan oksigen. Reaksinya yaitu : H2S (g) + 3/2O2 (g) SO2 (g) + H2O (g) Pada tabung kedua dan ketiga telah berisi asam sulfat untuk tabung ke-2 dan CuSO4 untuk tabung ke-3. Pada tabung ke-2 dihasilkan gas sulfur dioksida yang berwarna putih. Endapan yang diperoleh merupakan perbandingan hasil dari koefisien pembatas dari reaksi yang bernilai sama dengan jumlah gas yang yang terbentuk yaitu jumlah mol yang sama. Hasilnya adalah terjadi gas sulfur dioksida berwarna putih, dan berbau tidak sedap. Reaksi yang terjadi yaitu : H2S (g) + H2SO4 (l) SO2 (g) + 2H2O (l) + S (s) Tabung reaksi ketiga juga dipanaskan dan gas hidrogen sulfida yang dihasilkan dialirkan pada larutan CuSO4 0.5 M dalam tabung reaksi yang lain. Hasilnya yaitu terbentuk endapan coklat CuS pada tabung reaksi. Reaksinya yaitu : H2S (g) + CuSO4 (l) CuS (s) + H2SO4 (aq) Percobaan ini dengan penggunaan CS2 dan kloroform menghasilkan 2 jenis alotrop yang berbeda pada belerang. Belerang yang dihasilkan monoklik dan rombik. Belerang rombik, berwarna kuning yang disebut belerang –α (titik leleh 112,8oC). Pada suhu 95,6oC (diatas 95,5oC), pola kristal rombik belerang berangsur-angsur berubah menjadi bentuk monoklinik. yang disebut belerang –β (titik leleh 119,25oC). Unsur ini mendidih pada 444,6oC. S (s) + CS2 (l) S8 α (rombik) S (s) + CHCl3 (l) S8 β (monoklinik) Pada percobaan terjadi kegagalan pada proses penambahan CS2. Kegagalan ini diakibatkan karena tumbahnya larutan akibat panas yang berlebih dari api sehingga produk kristal tidak dihasilkan. Pada penambahan kloroform terbentuk kristal berwarna kuning dengan panas yang stabil akan menghasilkan jumlah kristal yang lebih banyak karena sulfur yang ada tidak langsung berubah menjadi fase gasnya akibat panas yang berlebih, namun dengan panas yang stabil dan tidak terlalu panas akan terbentuk produk kristal yang bagus. VII. Kesimpulan Berdasarkan percobaan yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa : · Sulfur (belerang) berwujud kristal berwarna putih. Senyawa belerang yang dihasilkan pada percobaan ini yaitu FeS yang berupa padatan hijau kehitaman, gas H2S, gas SO2 yang keduanya berwarna putih dan berbau tidak sedap, dan CuS berbentuk endapan coklat. · Alotrop belerang yang terbentuk pada penambahan kloroform adalah monoklik dan rombik pada penambahan CS2. VIII. Daftar Pustaka Anonim. 2013. Sulfuric Acid MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Hydrochloric Acid MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Chloroform MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Carbon Disulfide MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Copper Sulfate MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Iron Metal MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Ferrous Sulfide MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Sulphur 90 % MSDS. www.pestell.com/minerals/fert/msds/ sulphur.html. Diakses pada tanggal 2 Desember 2013 Anonim. 2013. Belerang. www.chem-is-try.org/tabel_periodik/belerang/. Diakses tanggal 9 Desember 2013 Anonim. 2013. Belerang. www.chem-is-try.org/tabel_periodik/belerang/. Diakses tanggal 9 Desember 2013 Clark, Jim. 2010. Senyawa Belerang. www.jurnallingkungan.files. wordpress.com /2010/02pabrik.jpg?w=300&h=247. Diakses tanggal 9 Desember 2013 Petrucci, H. Ralph. 1985. Kimia Dasar Prinsip dan Terapan Modern. Edisi IV, Jilid 2. Jakarta : Erlangga DOWNLOAD DI SINI Tim Penyusun. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik 1. Jember : Universitas Jember

PERCOBAAN I LOGAM-LOGAM ALKALI

 PERCOBAAN I
 LOGAM-LOGAM ALKALI I.
Tujuan Mempelajari teknik pemurnian NaCl dan karakterisasi kristalnya.
 II. Tinjauan Pustaka
2.1 MSDS
 2.1.1Natrium Klorida Natrium Klorida dengan rumus kimia NaCl berbentuk padatan atau kristal putih, memiliki massa molar 58,44 g/mol, titik didih 1413o C (2575,4o F) dan titik lebur 801o C (1473,8o F). NaCl adalah garam yang memiliki pH netral (pH=7) dan mudah larut dalam air dingin, air panas. Zat ini juga larut dalam gliserol dan amonia, sangat sedikit larut dalam alkohol dan tidak larut dalam asam klorida. NaCl tidak berbahaya namun juga dapat menimbulkan iritasi jika kontak dengan kulit, mata, pernafasan dan pencernaan, namun tidak ada bahaya serius yang ditimbulkan pada zat ini. Kulit atau mata jika terkena zat ini segera basuh dengan air, jika terhirup, pindah ke udara segar, dan jika terjadi gangguan pada pencernaan, minta bantuan medis (Anonim, 2013).
 2.1.2 MSDS Asam Sulfat
Asam sulfat adalah zat kimia yang memiliki rumus kimia H2SO4. Asam sulfat adalah asam kuat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Asam sulfat berwujud cairan tidak berwarna, berbau menyengat, memiliki massa molekul 98,08 g/mol, titi didih 270oC (518oF), titik leleh -35oC (-31oF). Zat ini mudah larut dalam air, dan etanol. Pada saat percobaan, pengambilan zat ini dilakukan di dalam lemari asap karena menghindari untuk terhirup. Asam sulfat bisa menyebabkan iritasi, korosif, dan luka bakar apabila terjadi kontak dengan kulit, mata dan juga pada pencernaan dan alat pernafasan apabila terhirup. Penanganan apabila zat ini terkena kulit atau mata, segera basuh dengan air mengalir dan meminta bantuan medis karena asam sulfat sangat berbahaya. Apabila uap asam terhirup, segera pindah ke luar untuk menghirup udara segar. Efek kronis asam sulfat yaitu dapat menyebabkan kerusakan sistem pernafasan, dan bersifat racun untuk ginjal, paru-paru dan hati (Anonim, 2013). 2.2 Garam Alkali Garam dapur atau natrium klorida atau NaCl adalah zat padat berwarna putih yang dapat diperoleh dengan menguapkan dan memurnikan air laut. Juga dapat dengan netralisasi HCl dengan NaOH berair. NaCl nyaris tak dapat larut dalam alkohol, tetapi larut dalam air sambil menyerap panas, perubahan kelarutannya sangat kecil dengan suhu. Garam normal, suatu garam yang tak mengandung hidrogen atau gugus hidroksida yang dapat digusur. Larutan-larutan berair dari garam normal tidak selalu netral terhadap indikator semisal lakmus. Garam rangkap; yang terbentuk lewat kristalisasi dari larutan campuran sejumlah ekivalen dua atau lebih garam tertentu. Misalnya: FeSO4(NH4)2SO4.6H2O dan K2SO4Al4(SO4)3.24H2O. Dalam larutan, garam ini merupakan campuran rupa-rupa ion sederhana yang akan mengion jika dilarutkan lagi. Jadi, jelas berbeda dengan garam kompleks yang menghasilkan ion-ion kompleks dalam larutan (Arsyad, 2001) Endapan terbentuk jika larutan bersifat terlalu jenuh dengan zat yang bersangkutan. Kelarutan suatu endapan merupakan konsentrasi molal dari larutan jenuhnya. Kelarutan bergantung dari suhu, tekanan, konsentrasi bahan lain yang terkandung dalam larutan dan komposisi pelarutnya (Bird, 1987). Kristal adalah benda padat yang mempunyai permukaan-permukaan datar. Karena banyak zat padat seperti garam, kuarsa, dan salju ada dalam bentuk-bentuk yang jelas simetris, telah lama para ilmuwan menduga bahwa atom, ion ataupun molekul zat padat ini juga tersusun secara simetris (Keenan, 1999). Kristalisasi merupakan suatu metode untuk pemurnian zat dengan pelarut dan dilanjutkan dengan pengendapan. Dalam kristalisasi senyawa organik dipengaruhi oleh pelarut. Pelarut kristalisasi merupakan pelarut dibawa oleh zat terlarut yang membentuk padatan dan tergantung dalam struktur kristal – kristal zat terlarut tersebut (Oxtoby, 2001). Struktur kristal ditentukan oleh gaya antar atom dan ukuran atom yang terdapat dalam kristal. Untuk menyederhanakan persoalan, kita dapat menganggap ion atau atom sebagai bola padat berjari-jari r. Struktur ada yang hexagonal close packing. Cara penyusunan bola dalam kristal tidak dapat sesederhana pada kristal logam, karena kristal ionic terdiri dari ion-ion yang bermuatan dan memiliki jenis yang berbeda (Bird, 1987). Ada beberapa cara untuk memilih pelarut yang cocok untuk proses rekristalisasi, yaitu : 1. Pelarut yang dipilih sebaiknya hanya melarutkan zat – zat yang akan dimurnikan dalam keadaan panas, sedangkan pengotornya tidak larut dalam pelarut tersebut. 2. Pelarut yang digunakan sebaiknya memiliki titik didih rendah agar dapat mempermudah pengeringan kristal. 3. Pelarut yang digunakan harus inert, tidak bereaksi dengan zat yang akan dimurnikan (Cahyono, 1998). Rekristalisasi merupakan suatu pembentukan kristal kembali dari larutan atau leburan dari material yang ada. Sebenarnya rekristalisasi hanyalah sebuah proses lanjut dari kristalisasi, apabila kristalisasi (dalam hal ini hasil kristalisasi) memuaskan rekristalisasi hanya bekerja apabila digunakan pada pelarut pada suhu kamar, namun dapat lebih larut pada suhu yang lebih tinggi. Hal ini bertujuan supaya zat tidak murni dapat menerobos kertas saring dan yang tertinggal hanyalah kristal murni (Fessenden, 1983). Langkah – langkah rekristalisasi adalah sebagai berikut : 1. Melarutkan zat pada pelarut 2. Melakukan filtrasi gravity 3. Mengambil kristal zat terlarut 4. Mengumpulkan kristal dengan filtrasi vacum 5. Mengeringkan kristal (Fessenden, 1983) III. Alat dan Bahan 3.1 Alat : • Gelas piala 250 mL • Gelas Erlenmeyer 100 mL • Corong panjang • Pipa bengkok • Selang • Corong pemisah • Botol 3.2 Bahan : • NaCl kasar • Larutan H2SO4 Pa • Aquades IV. Skema Kerja • dibuat larutan lewat jenuh NaCl sebanyak 150 mL dengan cara memasukkan 200 mL aquades dan 100 garam dapur kasar ke dalam botol kemudian dikocok kuat-kuat ( 10 menit) • ditampung filtratnya dalam gelas piala yang lain • dirangkai alat-alat seperti pada gambar 1, • dimasukkan NaCl kasar kedalam labu Erlenmeyer • Ditambahkan sedikit demi sedikit larutan H2SO4 pekat melalui corong pemisah sambil dipanaskan • Dialirkan gas yang terjadi melalui selang sehingga akan bereaksi dengan larutan jenuh NaCl • Dihentikan pengaliran gas ketika tidak terbentuk lagi kristal • Disaring kristal yang terbentuk, dipanaskan dengan cawan porselin, dan ditimbang • Ditentukan % rendemen dan diuji kemurniannya (uji titik leleh dan massa jenis NaCl yang terbentuk kemudian membandingkannya dengan literatur).   V. Hasil Pengamatan No Perlakuan Fenomena Gambar 1 100 g garam dapur dilarutkan dalam 200 mL akuades Warna larutan keruh dan terdapat Nacl yang tidak larut 2 Campuran garam akuades disaring menggunakan kertas saring Larutan menjadi jernih dan bening 3 H2SO4 pekat ditambahkan sedikit demi sedikit pada garam kasar dalam erlenmeyer sambil dipanaskan - Garam kasar pada erlenmeyer berubah warna dari putih keruh menjadi warna kuning. - H2SO4 yang bereaksi dengan NaCl membentuk gelembung busa bewarna putih. - Terbentuk kristal pada beaker glass yang berisi filtrat NaCl 4 Kristal NaCl sebelum dikeringkan Kristal yang terbentuk bewarna putih bersih 5 Kristal NaCl yang sudah dikeringkan dalam oven selama satu hari Kristal bewarna putih dan halus 6 Massa kristal NaCl yang diperoleh 27,7007 gr - 7 % randemen yang dihasilkan 27,7% - VI. Hasil Analisis Garam yang digunakan merupakan garam NaCl yang berfase padatan. Kristalnya berukuran besar-besar dan tidak teratur strukturnya. Garam yang ingin dimurnikan digunakan larutan garam dalam kondisi jenuh. Hal ini dimaksudkan agar dengan garam yang jenuh nilai Q (kesetimbangan tidak pada suhu ruang) dapat melampaui nilai Ksp dari garam NaCl sehingga garam akan cepat terbentuk dan massa garam yang dihasilkan juga banyak. Garam dikocok didalam botol fungsinya agar garam cepat larut dalam air karena massa garam yang digunakan besar sehingga dibutuhkan energi berupa kocokan untuk mempercepat proses terjadinya kelarutan. Garam akan berubah menjadi ion-ionnya didalam air. Hal ini terjadi karena air dapat mensolvasi ion-ion dari garam, sehingga garam akan larut. Na+ (aq) + Cl- (aq) NaCl (s) Larutan yang terbentuk kemudian disaring. Tujuan penyaringan adalah agar larutan dapat dipisahkan antara padatan dan cairan. Cairan yang terpisah akan cenderung dalam kondisi jenuh. Padatan yang didapat dijadikan sebagai reaktan dalam erlenmeyer. Garam yang ada banyak mengandung atom klor penyusun garamnya sehingga mudah untuk memperoleh gas HCl. Larutan garam yang jenuh dikondisikan tertutup dengan corong tujuannya agar udara dan larutan berada dalam satu sistem yang mempercepat reaksi. Dengan keadaan tekanan yang berubah karena adanya gas hidrogen klorida yang masuk kedalam corong menimbulkan kesetimbangan baru antara hidrogen klorida dengan NaCl. 2NaCl (s) + H2SO4 (l) Na2SO4 (aq) + 2HCl (g) Asam sulfat diteteskan perlahan agar reaksi yang terjadi sempurna dan menghasilkan gas yang banyak. Asam sulfat yang diteteskan akan menghasilkan gas HCl yang dialirkan dalam pipa dan disumbat dengan karet. Tujuannya agar gas yang dihasilkan tidak terbuang ke lingkungan. Namun dapat dialirkan menuju erlenmeyer yang berisi cairan sehingga NaCl dapat terbentuk dalam padatannya. Asam klorida yang terbentuk akan bersifat eksoterm sehingga garam NaCl dapat terbentuk dengan adanya interaksi antara molekul gas dengan ion-ion natrium dan klorida. Ion-ion ini akan berubah dalam fase gas sehingga dapat membentuk senyawa ionik garam natrium klorida. Natrium klorida yang dihasilkan lebih murni karena adanya proses rekristalisasi. Rekristalisasi merupakan proses pembentukan kristal kembali dengan memanfaatkan penyaringan, pemanasan, dan perbedaan tekanan. Perbedaan tekanan ini mempercepat proses terbentuknya garam akibat adanya kesetimbangan yang diganggu. Sedangkan suhu juga digunakan untuk mempercepat reaksi. Penyaringan untuk memisahkan larutan dari pengotor. Kristal yaang diperoleh merupakan kristal NaCl yang berbentuk sama/ seragam. NaCl juga berwarna putih. Hal ini dikarenakan pengotor diatara kristal telah hilang dan garam yang terbentuk berupa garam NaCl yang murni. Kemurnian ini diperoleh dengan rekristalisasi dengan pemanfaatan HCl sebagai media untuk interaksi molekul dengan ion-ion Na dan Cl.   VII. Kesimpulan Pemurnian garam NaCl dapat dilakukan dengan menggunakan metode rekristalisasi. Massa yang diperoleh dari percobaan adalah 27,5 gr dan nilai rendemen yang diperoleh sebesar 27,5 %. VIII. Daftar Pustaka Anonim. 2013. Sulfuric Acid MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 Anonim. 2013. Sodium Chloride MSDS. Sciencelab.com, Inc.14025 Smith Rd. Houston, Texas. Diakses pada tanggal 1 Desember 2013 Arsyad, M.N. 2001. Kamus Kimia Arti dan Penjelasan Istilah. Jakarta : Gramedia Bird, Tony. 1987. Kimia Fisika untuk Universitas. Jakarta : Gramedia Fessenden. 1983. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga Keenan, C.W. 1999. Kimia untuk Universitas Jilid 2. Jakarta : Erlangga Sutrisnanto Danny, 2011. Persiapan Lahan dan Sarana Penunjang untuk Garam dan Tambak. Jakarta : Departemen Perindustrian dan Perdagangan Tim Penyusun. 2013. Petunjuk Praktikum Kimia Anorganik 1. Jember : Jember University Press   IX. Lampiran Massa kertas saring I = 1,333 gram Massa kertas saring 2 = 0,936 gram Massa kertas saring 3 = 1,148 gram Massa kertas saring 1 + garam = 16,0141 gram Massa kertas saring 2 + garam = 9,728 gram Massa kertas saring 3 + garam = 5,1756 gram Massa kristal = (massa kertas saring + garam) – massa kertas saring Massa 1 = 16,0141 gram – 1,333 gram = 14, 6811 gram Massa 2 = 9,728 gram – 0,936 gram = 8,792 gram Massa 3 = 5,1756 gram - 1,148 gram = 4, 0276 gram Massa total = 14,6811 gram + 8,792 gram + 4, 0276 gram = 27,5007 gram = 27, 5 gram % rendemen = (massa nyata/ massa teori) x 100% = (100 gram/ 27,5 gram) x 100 % = 27,5 %
download di sini

Rabu, 15 Januari 2014

Cara membuat photo polaroit Photoshop CS 6

 1.new layer (ctrl +N) , width 1000 pixel and height 1000 pixel too


  2. invers (ctrl +I)


  3. change the canvas size. Klik image-canvas size width 1100 pixel and height 1100 pixel too

  4. change canvas size. Width 1100 pixel, height 1300 pixel and anchor top center
 
 5. use magic wand tools to black area and klik delete (on key board)



  6. right klik the layer. Choose the blending option-devel and lambos,arrange. check box pattern overlay-load pattern (choose color paper) and choose white texture. Klik OK


  7. create new empty layer and merge layer (ctrl+E)

  8. choose level. Arrange

  9.klik select-all(ctrl+A)


 10. edit-copy
 11. open picture (ctrl+O)


 12. edit-paste.


 13. free transform(ctrl+T). arrange the frame polaroit
 14. duplicate layer (layer frame) press ctrl+J
 15. remid your process


 16. choose background layer select-all, edit-copy


 17. deselect (ctrl+D)
 18. use magic wand tools to top tayer( background)
 19. edit-fill-choose color white

 20. klik frame polaroid layer .use magic wand tools to picture
 21. edit-paste special-paste in to
 22. use again to another frame polaroid layer


 23. klik layer style-drop shadow. Arrange distance, angle, and size

 24. drop fx with right klik mouse and choose copy fx and paste to another layer (nb: choose the transparant layer)

  25. merge all layer
If you want change the position of frame klik the layer and bring the link to mask. Now you can drag the layer to the top of another layer
luvne.com luvne.com ayeey.com cicicookies.com mbepp.com kumpulanrumusnya.comnya.com.com