LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul : Sintesis Asetanilida
TujuanPercobaan : Mempelajari reaksi asetilasi senyawa amina aromatis dan pemurnian menggunakan teknik rekristalisasi
Pendahuluan
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Senyawa asetanilida merupakan bahan baku yang dapat menunjang industri kimia yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan obat – obatan, sebagai zatawal pembuatan penicilium, bahan pembuatan dalam industri cat dan karet, bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida.
Kebutuhan akan senyawa ini semakin meningkat sehingga dilakukan berbagai cara dalam memperoleh senyawa ini. Anilin merupakan senyawa kimia dengan rumus C5H6NH2 yang digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis asetanilada yang direaksikan dengan asam asetat. Pada sintesis senyawa ini biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat bereaksi sempurna. Mula – mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida
Anilin merupakan amina aromatis primer. Reaksi substitusi terhadap amina aromatis dapat berupa substitusi pada cincin benzene atau substitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan cara mereaksikan amina dengan asetat anhidrat. Anilin primer bereaksi dengan asetat anhidrat panas menghasilkan turunan monoasetat (amida)Persamaan reaksi antara anilin dan asetat anhidrat menghasilkan asetanilida. Asetat anhidrat yang digunakan berlebih dan pemanasan dilakukan pada waktu yang lama menyebabkan sejumlah turunan diasetil akan terbentuk. Turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis menghasilkan secara monoasetil. Amida dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam membentuk asam karboksilat dan garam amida, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion karboksilat dan amina (Tim penyusun, 2013).
Rekristalisasi merupakan proses pengulangan kristalisasi agar diperoleh zat murni atau kristal yang lebih teratur atau murni. Senyawa organik berbentuk kristal yang diperoleh dari suatu reaksi biasanya tidak murni. Ketidakmurnian tersebut karena terkontaminasi sejumlah kecil senyawa yang terjadi selama reaksi sehingga dilakukan pengkristalan kembali dengan mengurangi kadar pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut tunggal atau campuran. Senyawa ini dapat dimurnikan dengan cara rekristalisasi menggunakan pelarut yang sesuai. Ada dua kemungkinan keadaan dalam rekristalisasi yaitu pengotir lebih larut daripada senyawa yang dimurnikan, atau kelarutan pengotor lebih kecil dari pada senyawa yang dimurnikan (Damtith, 1994: 373).
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana suatu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Ada beberapa macam proses pembuatan asetanilida, yaitu :
1.Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrat dan anilin
Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrat direfluks dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa
2C6H5NH2 + (CH2CO)2O C6H5NHCOCH3 + H2O
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan dan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrat dapat diganti dari asam asetat dan anilin.
2. Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
Metode ini sering digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 1005 direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk
C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O
3. Pembuatan asetanilida dari keten dan anilin
Kerena (gas) dicampurkan kedalam anilin dibawah kondisi yang diperkenankan akan menghasilkan asetanilida
C6H5NH2 + H2OC=C=O C6H5NHCOCH3
4. Pembuatan asetanilida dari asam tioasetat dan anilin
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2O.
C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S
Pertimbangan dari pemilihan proses sintesis asetanilida adalah :
1. Reaksinya sederhana
2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga produk lebih murah
(Eriyanto, 2009).
Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi atau dapat pula dengan mereaksikan antara karboksilat dengan menambah agen penghidrasi untuk menyerap air. Agen penghidrasi ini biasanya menggunakan DDC (dicyclohexylcarboiimide), karena harga DDC tersebut terlalu mahal, pembuatan amida biasanya menggunakan reaksi asetilasi. Contoh dari suatu amina adalah anilin (R-NRR), sedangkan amida dapat dicontohkan dengan asetanilida. Amina akan mudah teroksidasi daripada amida karena amina merupakan suatu basa yang lemah. Elektron bebas dari atom nitrogen dapat berpindah ke cincin benzene dan meningkatkan rapat elektron di dalam cincin terutama pada posisi orto dan para. Struktur resonansi untuk anilin menunjukkan bahwa gugus NH2 itu bersifat melepas elektron secara resonansi meskipun N merupakan atom elektronegatif. Akibat stabilisasi resonansi anilina ialah bahwa cincin menjadi negatif sebagian dan sangat menarik bagi elektrofil yang masuk. Semua posisi (o-, m- dan p-) pada cincin anilin teraktifkan terhadap substitusi elektrofilik. Namun posisi o- dan p- lebih teraktifkan daripada posisi m-. Struktur resonansi yang dipaparkan di atas menunjukkan bahwa posisi-posisi o- dan p- memiliki muatan negatif parsial sedangkan posisi m- tidak (Fessenden, 1999 : 478).
Amina dapat membentuk ikatan hidrogen. Ikatan hydrogen N-HN lebih lemah daripada ikatan hidrogen antara O-HO kareana N kurang elektronegatif dibandingkan dengan O dan karena ikatan NH kurang polar. Pengikatan hidrogen yang lemah antara molekul amina menyebabkan titik didihnya berada diantara senyawa tanpa ikatan hidrogen ( seperti: alkana, alkena, eter ) dengan senyawa yang memiliki ikatan hidrogen kuat ( seperti alkohol ) pada berat molekul yang sama ( titik didih amina: 185oC ). Amina primer, sekunder, dan tersier dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air karena memiliki pasangan elektron bebas yang dapat digunakan untuk membentuk ikatan hydrogen (Fessenden, 1999 : 216).
Mekanisme Reaksi
Alat
- Labu ukur bulat
- Set alat refluks
- Batang pengaduk
- Beaker glass
- Erlenmeyer 500 mL
- Gelas ukur 10 mL
- Corong Bunchner
- Kertas Saring
- Vakum pumr
- Corong biasa
- Cawan petri
Bahan
- Anilin
- Asetat Anhidrida
- Abu zink
- Asam asetat glasial
- Air
- Karbon Aktif (norit)
ProsedurKerja
Skema kerja
Labu alas bulat 500 mL
· Dimasukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida dan 0,1 g 21 g asam glasial
· Direfluks selama 30 menit
· Dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es
· Disaring kristal yang terbentuk dengan penyaring Bunchner penghisap
· Dicuci dengan air dingin
· Dikeringkan hasilnya dan ditentukan titik leburnya.
·
Hasil
Larutan asetanilida
· Diasaring menggunakan erlenmeyer 500 ml yang dilengkapi corong yang sudah dihangatkan/ dipanaskan dan kertas saring
· Dicuci endapan karbon dengan air panas 5 ml
· Didinginkan filtratnya dengan pelan – pelan
· Dimasukkan kedalam penangas air es
· Digores – goreskan dinding erlenmeyer bila setelah pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal untuk merangsang terbentuknya kristal
Hasil
Corong Bunchner
· Dilakukan filtrasi / penyaringan
· Dicuci kristal pada corong Bunchner dengan sedikit air dingin
· Diletakkan kristal pada gelas arloji
· Dikeringkan pada suhu c
· Ditimbang bobok asetanilida murni
· Dilakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida
Hasil
Prosedur kerja
Masukkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Campuran direfluks selama 30 menit, kemudian dituangkan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es.
Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring Buchner penghisap dan dicuci dengan air dingin. Hasilnya dikeringkan . Tentukan titik leburnya.
Untuk tahap rekristalisasi asetanilida, siapkan erlenmeyer 500 ml dan corong yang sudah dihangatkan / dipanaskan. Atur kertas saring pada corong. Saring larutan asetanilida, kemudian cuci endapan karbon dengan air panas 5 ml. Dinginkan filtratnya dengan pelan – pelan memasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selkama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal.
Siapkan corong Bunchner (lengkap dengan kertas saring kering yang sudah ditimbang). Lakukan filtrasi / penyaringan. Cuci kristal pada corong Bunchner pada sedikit air dingin
Letakkan kristal pada gelas arloji. Keringkan pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit. Timbang bobot kristal asetanilida murni. Lakukan pengukuran titik lebur dan bandingkan dengan titik lebur crude asetanilida.
Waktu yang dibutuhkan
No.
Perlakuan
Pukul
Waktu
1.
Persiapan alat dan bahan
12:30-12:45
15 menit
2.
Proses refluks
12:45-13:15
30 menit
3.
Penyaringan kristal dengan Bunchner
13:15-13:20
5 menit
4.
Pengeringan 1
13:20-13:30
10 menit
5.
Uji titik lebur 1
13:30-13:40
10 menit
6.
Menghangatkan corong
13:40-13:45
5 menit
7.
Penyaringan
13:45-13:50
5 menit
8.
Pencucian endapan karbon
13:50-13:55
5 menit
9.
Rekristalisasi
13:55-14:20
25 menit
10.
Filtrasi
14:20-14:25
5 menit
11.
Pengeringan 2
14:25-14:35
10 menit
12.
Penimbangan
14:35-14:38
3 menit
13.
Uji titik lebur 2
14:38-14:48
10 menit
Total waktu yang dibutuhkan= 2 jam 18 menit
Data dan Perhitungan
Data yang diperoleh dalam percobaan ini adalah :
Perhitungan sintesis dibenzalseton
1. Hasil teoritis
Anilin + asetat anhidrat à asetanilida + asam asetat
M: 0,22 mol 0,21 mol
B: 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol 0,21 mol -
S: 0,01 mol - 0,21 mol 0,21 mol
Massa asetanilida teoritis = mol asetanilida x Mr diasetanilida
= 0,21 mol x 135 gram/mol
=28,35 gram
Titik leleh = 114 °C
2. Hasil percobaan
· Massa kertas saring = 0,68 gram
· Massa kertas saring+kristal = 32,75 gram
· Massa kristal = 32,07 gram
· Massa kristal yang diperoleh pada rekristalisasi dari 1 gram kristal yang digunakan = 0,14 gram
· Wujud zat = kristal
· Warna = kuning
· 32,07 gram à x gram
1 gram à 0,14 gram
· Rendemen =
Titik leleh = 114 °C
Hasil
Perlakuan
Hasil
Gambar
Mencampurkan bahan dengan pendingin
Larutan sudah terbentuk kristal. Hal ini dikarenakan dalam labu terjadi reaksi yang menghasilkan panas dan diluar labu didinginkan, sehingga larutan terbentuk kristal.
Direfluk dan disaring
Kristal berwarna kekuning – kuningan. Hal ini berarti kristal masih ada pengotornya
Dikeringkan
Kristal berwarna kemuning – kuningan mengkilat
Uji titik leleh
112oC
Titik leleh ini tidak sama dengan literatur dikarenakan dalam kristal masih ada pengotor.
Dilarutkan dengan air panas dan disaring
Kristal dilarutkan membentuk larutan berwarna Orange. Lalu dicuci dengan mori sehingga larutan tak berwarna.
Dikeringkan
Setelah tahap rekristalisasi ini, kristal yang terbentuk berwarna putih mengkilat. Hal ini dikarenakan kristal asetanilida sudah murni
Uji titik leleh
114oC
Titik leleh sama dengan literatur. Hal ini membuktikan bahwa kristal yang dihasilkan benar asetanilida
Pembahasan
Reaksi antara asam asetat anhidrida dan anilin merupakan reaksi asetilasi yang membentuk amida dalam hal ini asetanilida. Anilin merupakan suatu amina primer. Reaksi antara amonia dan asam asetat anhidrida menghasilkan asetamida, sedangkan amina dan asam asetat anhidrida menghasilkan aseramida tersubtitusi. Satu mol amina dihabiskan dalam netralisasi asam asetat yang terbentuk dalam reaksi.
Sintesis asetanilida dilakukan dengan mencampurkan 20,5 g anilin, 21,5 g asetat anhidrida, 0,1 g abu zink dan 21 g asam asetat glasial kedalam labu ukur alas bulat 500 ml yang dilengkapi dengan pendingin. Anilin berfungsi sebagai reaktan (pereaksi) sedangkan asam asetat glasial sebagai pelarut yang bersifat asam. Larutan yang bersifat asam akan mengakibatkan gugus karbonil pada asam asetat anhidrida akan lebih positif sehingga penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil yaitu anilin akan lebih mudah terjadi sehingga terbentuk garam amina, selain itu asam asetat glasial berfungsi sebagai katalis serta untuk menetralkan muatan oksida dan menghasilkan asetanilida yang tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air. Abu zink berfungsi sebagai katalis yang memberikan reaksi alternatif untuk mendapatkan jalan reaksi dengan energi aktivasi yang lebih rendah.
Proses selanjutnya yaitu campuran tersebut direfluks selama 30 menit. Proses refluks memiliki dua fungsi yaitu untuk mempercepat reaksi karena adanya proses pemanasan, pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga tumbukan antara molekul akan lebih banyak dan cepat yang menyebabkan reaksi berlangsung cepat. Fungsi yang kedua, yaitu untuk menyempurnakan reaksi. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap maka konsentrasi larutan dalam labu akan meningkat. Setelah proses refluks selesai tuangkan larutan sambil diaduk secara cepat kedalam gelas piala yang berisi air es agar diperoleh padatan kristal asetanilida. Tujuan pendinginan dengan air ini agar diperoleh kristal asetanilida, sedangkan penggunaan air dimaksudkan sebagai pelarut yang akan menghidrolisis asam asetat glasial yang masih tersisa dalam larutan. Pada proses ini diperoleh kristal berwarna kekuning – kuningan yang mengindikasikan adanya pengotor didalamnya, yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping reaksi (abu zink, dsb). Berdasarkan kristal yang diperoleh maka perlu dilakukan pemurnian kembali. Kristal yang terbentuk kemudian disaring dengan penyaring Buchner dan dicuci dengan air dingin. Hasilyang diperoleh kemudian dikeringkan dan didapatkan massa asetanilida tidak murni.sebesar 32, 07 gram. Titik lebur yang diperoleh sebesar 112 ᵒC. Titik leleh yang diperoleh tidak sama dengan literatur. Hal ini disebabkan kristal yang diperoleh masih belum murni.
Rekristalisasi asetanilida dilakukan dengan cara menambahkan air panas setes demi setetes kedalam erlenmeyer yang berisi 1 gram kristal asetanilida. Asetanilida yang telah larut kemudian ditambahkan karbon aktif. Fungsi dari karbon aktif untuk menghilangkan pengotor yang berupa zat warna. Zat – zat warna yang terkandung pada larutan akan diadsorbsi oleh karbon aktif dan dipisahkan pada saat penyaringan panas menggunakan corong yang telah dipanaskan dan dilengkapi kertas saring.
Rekristalisasi dilakukan untuk memurnikan zat yang telah didapatkan dimana asetanilida yang diperoleh masih mengandung pengotor. Pada proses rekristalisasi kelarutan pengotor lebih kecil daripada senyawa yang dimurnikan sehingga pengotor dapat dipisahkan dengan kertas saring pada penyaring panas. Penyaringan dilakukan pada kondisi panas agar produk hasil sintesis yang berupa kristal tidak ikut tersaring karena larut pada suhu tersebut sehingga hanya tersisa pengotor pada kertas saring.
Filtrat yang diperoleh kemudian didinginkan dengan pelan – pelan dan dimasukkan kedalam penangas air es. Bila selama pendinginan selama 25 menit tidak muncul kristal, maka gores – goreskan dinding erlenmeyer untuk merangsang terbentuknya kristal.
Kristal yang telah terbentuk disaring menggunakan corong Bunchner dan cuci corong Bunchner dengan sedikit air untuk menghilangkan pengotor. Corong Bunchner mempercepat penyaringan karena dilakukan dengan pengisapan oleh pompa vakum. Kristal yang diperoleh selanjutnya dikeringkan dengan oven pada suhu 100ᵒC selama 5 – 10 menit untuk menghilangkan uap air yang masih terkandung dalam kristal. Kristal asetanilida yang telah kering ditimbang untuk mengetahui beratnya. Hasil akhir berat kristal asetanilida sebesar 0,14 gram. Sampel yang diperoleh berupa kristal berwarna putih salju yang menandakan asetanilida yang diperoleh murni.
Sampel yang telah ditimbang selanjutnya dilakukan uji titik lebur. Uji titik lebur suatu zat dapat digunakan untuk identifikasi kemurnian secara kualitatif. Semakin murni senyawa tersebut maka titik leburnya akan sama dengan titik lebur standar senyawa tersebut yaitu 114ᵒC. Titik lebur yang diperoleh dari percobaan yaitu 114ᵒC, hal ini menandakan bahwa asetanilida yang diperoleh telah murni.
Kesimpulan
Berdasarkan tujuan dari percobaan maka dapat disimpulkan :
1. Amina dapat diubah menjadi amida dengan suatu reaksi asetilasi
2. Asetanlida dibuat dari reaksi antara anilin dengan asam asetat glasial
3. Sintesis asetanilida menggunakan metode kristalisasi dan diperoleh asetanilida murni berbentuk kristal berwarna putih salju, tidak berbau dengan berat 0,14 gram dan titik lebur sebesar 114ᵒC
Referensi
Damtith, John, 1994. Kamus Lengkap Kimia. Erlangga : Jakarta
Fresenden, Ralph, J dan Joan, S Fessenden, 1999. Kimia Organik. Jilid 1. Edisi 3. Erlangga : Jakarta.Petrucci, 1994. Kimia Dasar jilid 2. Erlangga : Jakarta
Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember.
Vogel, 1994. Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. EGC : Jakarta
Saran
Sebaiknya pada proses refluks pembuatan kristal asetanilida menggunakan anilin dan asam asetat glasial lebih lama sehingga diperoleh kristal yang lebih banyak.
NamaPraktikan
1. Siti Zubaidah 101810301011
2. Fita Kurnia Firdausa 101810301031
3. Qorry Dinnia Fatma 111810301035
4. Putu Irwan Yasa 111810301041
5. Maganda Ananda Kristi 111810301042
Sabtu, 06 Februari 2016
p-nitro asetanilida
LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul : Sintesis Para Nitroasetanilida
Tujuan Percobaan : Mempelajari reaksi nitrasi senyawa organik
Pendahuluan
Penemuan terbaru ditemukan bahwa para-nitroaniline dapat diproduksi selektif dalam hasil yang tinggi dengan biaya rendah dengan keuntungan komersial dari bahan baku yang lebih murah dan lebih mudah tersedia secara komersial dari pada penemuan sebelumnya. Penemuan ini berkaitan dengan suatu proses untuk memproduksi p – nitroaniline yang terdiri dari nitrasi sebuah α-methylbenzalanilin dimana R merupakan gugus alkil yang memiliki 1 sampai 5 atom karbon , dan n adalah 0 atau 1. Campuran asam nitrat dan pelarut hidrokarbon alifatik terhalogenasi serta asam sulfat dapat membentuk p-nitro-α-metilbenzalanilin (Harada et al., 1983).
Menurut penemuan sebelumnya, p-nitroanilin diproduksi dengan mereaksikan p-halonitrobenzena seperti p-kloronitrobenzena dengan amonia, atau metode yang terdiri dari nitrasi Asetanilida dan hidrolisis produk reaksi. p-kloronitrobenzena sulit untuk menghasilkan produk yang tinggi dengan selektivitas yang baik. Selain itu, metode ini memiliki kelemahan bahwa dalam hidrolisis p-nitroasetanilida jumlah molar dengan p-nitroasetanilida memerlukan alkali. Asam asetat akan terbentuk sebagai produk sampingan dari hidrolisis tersebut. Metode konvensional kurang baik karena kesulitan dan kekurangan bahan untuk memproduksi p – nitroanilin (Harada et al., 1983).
Senyawa p-nitroasetanilida merupakan senyawa turunan asam karboksilat yang termasuk dalam golongan amida sekunder (RCONHR’). Beberapa nama lain dari p-nitroasetanilida antara lain N-(4-nitrofenil) asetamida, p-asetamidonitrobenzen, N-Asetil-4-nitroanilin. Senyawa ini berbentuk kristal prisma yang berwarna kuning pucat. Dalam industri, p-nitroasetanilida, digunakan sebagai bahan baku untuk mensistesis p-nitroanilina, yang umum digunakan sebagai zat pewarna. Jika diamati struktur molekulnya, maka akan terlihat bahwa gugus yang terikat pada atom N (R’) mengandung inti benzena (Indri dan Windysari, 2011).
Sehingga senyawa ini dapat juga dikategorikan kedalam senyawa benzena terdisubstitusi. Kedua substituent pada senyawa ini adalah gugus –NO2 (gugus nitro) dan gugus –NHCOCH3 (gugus asetilamina). Senyawa p-nitroasetanilida ini memiliki 2 buah isomer posisi, yaitu : o-nitroasetanilida dan m-nitroasetanilida. Suatu isomer para (p) lebih simetris dan dapat membentuk kisi kristal yang lebih teratur jika dibandingkan dengan kedua isomer lainnya dalam keadaan padatan. Selain itu, kedua isomer tersebut lebih sulit terbentuk. Hal ini menyebabkan isomer para lebih stabil dalam perolehannya (Indri dan Windysari, 2011).
Anilin tidak dapat di nitrasi dengan campuran nitrasi biasa (asam sulfat), karena bersifat terbakar dan anilin akan teroksidasi. Namun, kesulitan ini dapat diatasi dengan menggunakan kelebihan dari asam sulfat atau dengan melindungi gugus amino dari reaksi asetilasi karena kelompok asetilamido, CH3CONH-. Asetilamido memiliki orto yang sama dan para mengarahkan pengaruh sebagai NH2-. Asetanilidaa siap mengalami nitrasi dan memberikan warna p-nitroasetanilida yang pucat jika dicampur dengan kuning o-nitroasetanilida. Rekristalisasi dari etanol mudah dilakukan karena senyawa orto lebih larut, dan p-nitroasetanilida murni dihidrolisis untuk p-nitroanilin (Raheem, 2010).
p-nitroanilin banyak digunakan dalam manufaktur menengah untuk pewarna, bahan kimia pertanian, farmasi ,dan lain-lain. p-fenildiamina diperoleh dengan pengurangan p-nitroanilin yang berguna sebagai manufaktur perantara untuk poliamida, agen peracikan karet, aditif resin sintetis, pewarna, obat-obatan, bahan kimia pertanian, dll. Oleh karena itu, peningkatan permintaan untuk p-nitroanilin sebagai bahan industri akan terus meningkat (Harada et al., 1983)
Mekanisme Reaksi
Alat
- Erlenmeyer 100 mL
- Pipet tetes
- Beaker glass 250 mL
- Pengaduk
- Termometer
- Labu leher tiga 250 mL
- Set alat refluks
- Termometer
- Corong Buchner
- Kertas saring
- Pompa vakum
- Gelas ukur 100 mL
- Melting point tester
- Oven
- Neraca Analitik
- Penangas es
- Corong
- Cawan petri
Bahan
- Asetanilida
- Asam asetat glasial
- Asam sulfat pekat
- Asam Nitrat pekat
- Aquades
- Etanol
Prosedur Kerja
Skema kerja
4 gram asetanilida
- dimasukkan dalam erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1)
- ditambahkan 4 ml CH3COOH glasial dan 8 ml H2SO4 pekat
- didinginkan dalam air es
- ditambahkan 150 ml air dingin
- ditambahkan masing-masing 2 ml HNO3 dan H2SO4 pekat kedalam labu erlenmeyer yang lain (erlenmeyer 2)
- didinginkan dalam air es
- dicampurkan larutan pada erlenmeyer 2 tetes demi tetes kedalam erlenmeyer 1 yang berisi larutan asetanilida
- diaduk dan dijaga pada suhu 10oc
- dikeluarkan setelah selesai penetesan dan dibiarkan selama 1 jam
- dituangkan kedalam beaker glass 250 ml yang berisi 100 ml air dan es
- diaduk perlahan-lahan dan dibiarkan selama 15 menit
- disaring kristal dengan corong buchner
- dicuci dengan air es
- direkristalisasi dengan etanol
- dikeringkan dalam oven pada suhu 100 oc
- ditimbang
- ditentukan titik leleh
Hasil
Prosedur kerja
Asetanilid 4 g dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer 100 ml (erlenmeyer 1). Erlenmeyer 1 ditambahkan sebanyak 4 ml asam asetat glasial dan 8 ml asam sulfat pekat. Larutan kemudian didinginkan dalam air es.. Sementara itu dalam labu erlenmeyer 100 ml lain yang terpisah (erlenmeyer 2), campur asam nitrat pekat dan asam sulfat pekat masing-masing 2 ml kemudian dinginkan labu dalam air es.
Campuran nitrasi diteteskan tetes demi tetes ke dalam labu erlenmeyer yang berisi asetanilid sambil diaduk dan temperatur dijaga agar tidak lebih dari 10˚c. Labu dikeluarkan dari air es dan biarkan selama 1 jam apabila penetesan telah selesai. Larutan ini kemudian dituang ke dalam gelas beker 250 ml yang berisi 100 ml air dan beberapa potong es. Setelah dituangkan larutan diaduk perlahan-lahan sampai kristal p-nitroasetanilid memisah dan biarkan selama 15 menit. Saring kristal dengan corong buchner, cuci beberapa kali dengan air es kemudian lakukan rekristalisasi dengan etanol. Padatan yang terbentuk dikeringkan dalam oven pada temperatur 100OC, ditimbang, dan ditentukan titik lelehnya.
Waktu yang dibutuhkan
No.
Perlakuan
Pukul
Waktu
1.
Persiapan alat dan bahan
12:30-12:45
15 menit
2.
Pembuatan larutan asetanilid
12:45-12:55
10 menit
3.
Pembuatan campuran nitrasi
12:55-13:05
10 menit
4.
Penetesan larutan asetanilid + campuran nitrasi
13:05-13:20
15 menit
5.
Pendiaman larutan (1)
13:20-14:20
60 menit
6.
Pembentukan kristal p-nitroasetanilid
14:20-14:45
25 menit
7.
Penyaringan kristal dengan Bunchner
14:45-15:00
15 menit
8.
Rekristalisasi
15:00-15:10
10 menit
9.
Pengeringan
15:10-15:25
15 menit
10.
Penimbangan
15:25-15:30
5 menit
11.
Uji titik lebur
15:30-15:40
10 menit
Total waktu yang dibutuhkan = 3 jam 10 menit
Data dan Perhitungan
Data
Perlakuan
Hasil dan keterangan
Gambar
Pencampuran bahan
- Larutan berwarna coklat
Nitrasi
- Larutan berwarna cokelat tetapi lebih jernih
Tuang dalam beker Glass berisi air dingin
- Larutan mengental karena adanya perbedaan suhu yang berubah drastis
Kristal disaring
Kristal terbentuk meskipun belum murni . bentuk kristal belum teratur
Rekristalisasi dengan etanol
Kristal larut dalam etanol sehingga pengotor dapat terpisah
Dikeringkan
Kristal terbentuk setelah mengalami proses penyaringan dan pengeringan. Kristal lebih murni dan teratur
Ditimbang
Massa kristal= 2,69 g; massa kristal murni= 1,99 g
Uji titik leleh
210-215°C
Perhitungan
HNO3 (aq) + H2SO4 (aq) NO3+ (aq) + H2O (l) + HSO4- (aq)
Asetanilida + Ion Nitrosonium + Ion Asam Sulfat p-nitroasetanilida + Asam Sulfat
C6H5NHCOCH3 (s) + NO2+ (aq) + HSO4- (aq) C6H4NHCOCH3NO2 (s) + H2SO4
M 0,0295 mol 0,0479 mol 0,0375 mol - -
R 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol 0,0295 mol
S - 0,0184 mol 0,008 mol 0,0295 mol 0,0295 mol
Hasil
Produk kristal yang terbentuk adalah p-nitroasetanilida dengan rendemen yang dihasilkan sebanyak 37,4%. Produk yang dihasilkan berupa posisi substitusi pada gugus para karena efek sterik pada gugus amida yang menghalangi menimbulkan produk para yang tinggi. Produk yang dihasilkan berwarna putih kekuningan. Pada saat pengujian titik leleh dihasilkan range titik leleh sebesar 210-215°C. Ini menunjukkan kemurnian dari kristal yang murni.
Pembahasan
Pada erlenmeyer pertama asetanilida ditambahkan dengan asam asetat glasial. Penambahan ini dimaksudkan agar padatan asetanilida menjadi larutan. Asam asetat dipilih karena kelarutan asetanilida besar di dalam asam asetat sehingga reaksi dapat berlangsung dengan maksimal. Asam sulfat ditambahkan sebanyak 8 mL ini bertujuan agar kelarutan semakin besar akibat interaksi molekul yang semakin cepat. Kelarutan semakin cepat dikarenakan adanya panas yang dihasilkan dari asam sulfat. Labu ditaruh diatas es agar tidak terjadi reaksi oksidasi pada gugus karbonil sehingga asetanilida tidak berubah. Hal ini karena asetanilida akan di substitusi elektrofil, sehingga produk yang dihasilkan atau molekul target yang diharapkan sesuai. Larutan lama-kelamaan menjadi orange dikarenakan adanya energi yang diberikan oleh asam sulfat menimbulkan konjugasi dalam asetanilida menggeser tingkat energi kedaerah visible.
Pada erlenmeyer yang kedua ditambahkan asam nitrat dan asam sulfat dengan volum sama. Hal ini sesuai dengan perbandingan volum sama dengan perbandingan koefisien/ molnya. Tujuan dari perlakuan ini adalah agar asam nitrat berubah menjadi elektrofil akibat asam sulfat. Perbandingan dibuat sama karena jika sampai berlebih pada asam sulfat maka akan ada reaksi sulfonasi yang terjadi sehingga produk menjadi tidak murni dan molekul target yang diharapkan berkurang. Suhu yang dijaga tidak boleh lebih dari 10°C bertujuan agar tidak ada reaksi samping dari pembentukan elektrofil. Namun pada percobaan terdapat kelemahan karena alat pengukur suhu yang memiliki skala 10°C tidak ada sehingga keakuratan dan kepastian berkurang. Pengadukan dilakukan agar reaksi berlangsung lebih cepat dan sirkulasi udara ke larutan semakin bertambah sehingga meningkatnya suhu secara cepat berkurang.
Larutan dari kedua erlenmeyer dicampurkan dengan tujuan terjadi reaksi substitusi elektrofil. Nitrasi merupakan masuknya gugus nitro kedalam benzena pada posisi para karena amida merupakan pengarah orto para. Namun karena pada cabang amida yang kondisinya crowded sehingga sedikit sekali bahkan tidak mungkin gugus nitro masuk pada posisi orto. Keadaan ini semakin membuat kepastian produk para semakin banyak sehingga semakin baik dalam perlakuan sintesis. Pada percobaan kami terbentuk larutan yang berwarna coklat dikarenakan pencampuran yang terlalu cepat sehingga sebagian molekul mengalami oksidasi berlebih. Pendiaman larutan dilakukan agar reaksi dapat berlangsung hingga tak sisa bagi reaktan dan produk yang diinginkan terbentuk mendekati 100%.
Perlakuan yang diberikan adalah dengan menuangkan larutan ke dalam aqudes yang berisi potongan es. Perlakuan ini bertujuan untuk pembentukan kristal. Suhu yang rendah akan semakin mempercepat pembentukan kristal karena energi dari dalam orbital yang berikatan terlepas sehingga elektron lebih cenderung dalam keadaan ground state. Molekul yang melambat akan membentuk ikatan kisi kristal dengan sesamanya untuk mencapai keseimbangan dalam kondisi suhu tersebut. Pada percobaan kami kristal yang kami peroleh berwarna kuning, hal ini terjadi karena perpindahan elektron antar molekul yang berikatan mengakibatkan timbulnya warna pada kristal.
Kristal yang terbentuk disaring dengan penyaring buchner tujuannya agar pengotor lewat dari kertas saring dan residu dapat diambil sebagai produk yang lebih murni. Residu yang didapat kemudian dilarutkan dengan etanol yang panas. Tujuannya agar kristal membentuk larutan kembali dan pengotor yang ikut terikat dalam kristal terpisah. Etanol yang bersifat polar akan lebih mensolfasi p-nitro asetanilida sehingga kecenderungan untuk membentuk produk yang diperoleh lebih murni. Etanol yang ditambahkan sesedikit mungkin, ini dikarenakan untuk memperoleh kristal yang paling banyak adalah dengan pelarut yang paling sedikit sehingga setelah ksp berkurang rendemen larut merupakan penggunaan jumlah pelarut yang terbaik. Kristal diuapkan di dalam oven agar air yang masih berada pada kristal hilang sehingga rendemen yang dihasilkan murni dari berat kristalnya. Uji titik leleh yang dilakukan memperoleh data 210-215°C hal ini sesuai dengan literatur MSDS dari website Sciencelab.com. Data yang diperoleh menunjukkan adanya kesamaan yang menunjukkan kemurnian dari kristal yang murni.
Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan sintesis p-nitro asetanilida adalah:
Produk yang terbentuk adalah p-nitro asetanilida berupa kristal berwana putih kekuningan sebesar 1,99 g
Reaksi nitrasi menghasilkan senyawa p-nitro asetanilida karena gugus amida merupakan pengarah orto dan para, namun karena adanya halangan sterik dari gugus amida maka reaksi cenderung mengarah ke produk para
Referensi
Harada, Nagaoka, dan Shimizu. 1983. “Process for producing p-nitroaniline.” Tidak Diterbitkan. Laporan Penelitian. Jepang: Mitsui Petrochemical Industries Ltd.
Indri, Anietta. dan Windysari. 2011. “Sintesis p-Nitroasetanilida”. Makalah. Tidak Dipublikasikan. Surabaya: Universitas Airlangga
Itokindo. 2013. MSDS Asam Nitrat (serial on line) http://www.itokindo.org/?wpfbdl =226 [04 November 2013]
Raheem, Dotsha J. 2010. Preparation of p-nitroaniline. Irak: Universitas Salahaddi
Sciencelab. 2013. MSDS CH3COOH (serial on line) http://www.sciencelab. com/msds.php ?msdsId=9922769 [04 Desember 2013]
Sciencelab. 2013. MSDS CH3COOH (serial on line) http://www.sciencelab.com/ msds.php?msdsId=9927435 [04 Desember 2013]
Sciencelab. 2013. MSDS H2SO4 (serial on line) http://www.sciencelab.com/msds. php?msdsId=9925146 [15 November 2013]
Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember
Tvsocorp. 2013. MSDS Etanol (serial on line) http://www.tsocorp.com/stellent groups/corpcomm/documents/tsocorp_documents/msdsethanol.pdf [02 Desember 2013]
Saran
Saran dari percobaan sintesis p-nitro asetanilida adalah:
Penambahan etanol panas harus diberikan secara tepat kelarutannya agar kristal yang terbentuk lebih banyak
Pada saat pengovenan sebaiknya kristal dalam keadaan yang tersebar merata dalam kertas sehingga pelarut dapat hilang dengan sempurna
Nama Praktikan
a. Siti Zubaidah 101810301011
b. Fita Kurnia Firdausa 101810301031
c. Qorry Dinnia Fatma 111810301035
d. Putu Irwan Yasa 111810301041
Maganda Ananda Kristi 111810301042
LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
LAPORAN PRAKTIKUM SINTESIS SENYAWA ORGANIK
Judul : Reaksi Pembuatan Alkena dengan Dehidrasi Alkohol
Tujuan Percobaan : -Mempelajari reaksi dehidrasi suatu alkohol untuk menghasilkan senyawa dengan ikatan rangkap
-Mengidentifikasi senyawa dengan ikatan rangkap
Pendahuluan
Semua alkohol dengan atom hidrogen terikat pada atom karbon yang berikatan dengan atom karbon yang mengikat gugus alkohol dapat mengalami reaksi dehidrasi menghasilkan molekul dengan ikatan rangkap. Dehidrasi alkohol primer merupakan reaksi pelepasan molekul air dari alkohol primer. Alkohol primer adalah senyawa alkanol yang gugus -OH nya terikat pada atom C primer. Atom C primer yaitu atom C yang mengikat satu atom C yang lain sehingga berada diujung rantai. Alkohol primer, gugus -OH nya terikat pada atom C yang berada diujung. Gugus fungsi -OH dapat berpindah posisi sehingga posisi -OH ini harus dinyatakan dengan nomor pada nama senyawanya. Alkohol sekunder (2°) adalah alkohol dengan gugus hidroksil (–OH) terikat pada atom karbon sekunder sehingga proses dehidrasi terjadi pada C sekunder. Atom karbon sekunder adalah atom karbon yang mengikat dua atom karbon lain dan untuk alkohol tersier (3°) adalah alkohol dengan gugus hidroksil (–OH) terikat pada atom karbon tersier, dan proses dehidrasi terjadi pada C tersier. Atom karbon tersier adalah atom karbon yang mengikat tiga atom karbon lain.
Pelepasan molekul air dari alkohol berasal dari gugus –OH dan satu atom H dari rantai atom C yang letaknya terdekat dengan -OH, yaitu atom H pada atom C no. 2. Zat yang terbentuk tentulah senyawa alkena, karena 2 ikatan kovalen dari 2 atom C bersebelahan putus, kemudian menutup membentuk ikatan rangkap. Penarikan molekul air dari alkohol diperlukan suatu zat yang bersifat dehidrator misalnya asam sulfat pekat (H2SO4). Alkohol yang dipanaskan bersama asam sulfat pekat akan mengalami dehidrasi (melepas molekul air) membentuk eter atau alkena. Pemanasan pada suhu sekitar 130OC menghasilkan eter, sedangkan pemanasan pada suhu sekitar 180OC menghasilkan alkena.
Asam sulfat pekat dapat bertindak sebagai katalis atau dapat menjadi agen pengoksidasi kuat.. Katalis ini mengoksidasi beberapa alkohol menjadi karbon dioksida dan disaat yang sama tereduksi dengan sendirinya menjadi sulfur oksida . Kedua gas ini (karbon dioksida dan sulfur oksida) harus dikeluarkan dari alkena. Etanol dipanaskan bersama dengan asam sulfat pekat berlebih pada suhu 170°C. Pengeluaran gas karbon dioksida dengan dilewatkan ke dalam larutan natrium hidroksida untuk menghilangkan karbondioksida dan sulfur dioksida yang dihasilkan dari reaksi – reaksi samping.
Dehidrasi alkohol dengan H2SO4 harus dilakukan pada suhu yang agak tinggi. H2SO4 pekat pada suhu itu juga bersifat sebagai pengoksidasi kuat, sehingga penggunaan sebagai zat pendehidrasi alkohol juga akan mengoksidasi alkohol menghasilkan aldehida, keton atau asam karboksilat. Senyawa dengan ikatan rangkap yang dihasilkan selama dehidrasi alkohol juga dapat menghasilkan reaksi polimerisasi dengan adanya H2SO4 yang berperan sebagai katalis asam.
Percobaan ini dilakukan untuk menambah pengetahuan praktikan tentang reaksi dehidrasi alkohol. Reaksi dehidrasi alkohol dipelajari untuk menghasilkan senyawa dengan ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang terbentuk di identifikasi sifat fisik dan kimianya.
Mekanisme Reaksi
Alat
- Set alat Destilasi
- Pemanas listrik
- Gelas ukur 50 mL
- Termometer
- Pipet mohr
- Piknometer
- Penangas air
Bahan
- H2SO4 pekat
- sikloheksanol
- MgSO4 anhidrat
- Larutan 5% Br2 dalam n-oktanol
- Batu didih
- Larutan KMnO4
Prosedur Kerja
Skema kerja
20 mL sikloheksanol
- Dimasukkan ke dalam labu destilasi
- Dimasukkan beberapa potong batu didih
- Ditambahkan tetes demi tetes 3,3 mL H2SO4 pekat ke dalam labu ukur sambil digoyang
- Didestilasi campuran secara perlahan diatas pemanas listrik
- Dihentikan destilasi saat suhunya mencapai 90°C
- Ditambahakan 5 gram MgSO4 anhidrat pada saat distilat yang diperoleh
- Dipisahkan cairannya dengan dekantasi secara hati-hati
- Diidentifikasi destilat yang diperoleh dengan mengukur titik didih, massa jenis
- Diidentifikasi ikatan rangkap (melalui reaksi dengan brom atau oksidasi dengan KMnO4)
- Dibandingkan nilainya dengan literatur
Hasil
Uji Titik Didih
1 mL Destilat
- Dimasukkan kedalam pipa kapiler
- Dipanaskan dengan pemanas
- Diidentifikasi titik didihnya
- Dibandingkan nilainya dengan literatur
Hasil
Uji Massa Jenis
10 mL Destilat
- Dimasukkan kedalam piknometer
- Ditimbang massa piknometer kosong dan piknometer yang berisi destilat
- Dihitung massa jenis destilat
- Dibandingkan nilainya dengan literatur
Hasil
Uji Ikatan Rangkap
2 mL Destilat
- Dimasukkan ke dalam tabung reaksi 1
- Dimasukkan 2 mL sikloheksanol ke dalam tabung reaksi 2 sebagai pembanding
- Ditambahkan 3 tetes KMnO4
- Diidentifikasi ikatan rangkap (melalui reaksi oksidasi dengan KMnO4)
- Dibandingkan nilainya dengan literatur
- Dilakukan pengujian yang sama dengan menggunakan Br2
Hasil
Prosedur kerja
Satu set alat destilasi disiapkan dan dirangkai. Labu destilasi 100 mL dihubungkan dengan air pendingin dan labu erlenmeyer 150 mL ditaruh didalam es sebagai penampung destilat. Sikloheksanol 20 mL dimasukkan ke dalam labu destilasi dengan ditambahkan beberapa potong batu didih. H2SO4 pekat 3,3 mL ditambahkan tetes demi tetes ke dalam labu sambil selalu digoyang. Campuran di destilasi secara perlahan-lahan di atas pemanas listrik dan dihentikan ketika mencapai 90oC. MgSO4 anhidrat 5 gram di tambahkan pada destilat yang diperoleh dan dipisahkan cairannya dengan dekantasi secara hati-hati.
Destilat yang diperoleh pada prosedur diatas di identifikasi dengan mengukur titik didih, massa jenis, dan ikatan rangkap. Identifikasi ikatan rangkap melalui reaksi dengan brom dan oksidasi dengan KMnO4. Hasil yang diperoleh di bandingkan dengan literatur.
Waktu yang dibutuhkan
1. Persiapan alat destilasi 15 menit
2. Distilasi sampel 60 menit
3. Dekantasi 10 menit
4. Identifikasi titik didih, massa jenis, dan ikatan rangkap 20 menit
Larutan
Warna
Perlakuan
Perubahan
Destilat
Tak berwarna
+ 3 gram MgSO4
Tak berwarna
Data dan Perhitungan
Hasil Destilat
Sifat Fisik
Teori
Percobaan
Keterangan
Titik didih
83oC
76oC
Titik didih yang diperoleh dari percobaan dan literatur berbeda. Hal ini dikarenakan penangas yang digunakan merupakan penangas yang dalam kondisi masih panas.
Massa jenis (ρ)
0,81 g/mL
m/v = 3,97 g / 5mL
= 0,79 g/mL
Hampir mendekati
Rendemen = volume akhir / volume awal x 100%
Misal = 13 mL/ 23,3 mL x 100% = 55,8%
Hasil
Percobaan ke-1 ini merupakan sistesis alkena dengan menggunakan alkohol. Alkohol yang digunakan adalah alkohol sekunder yaitu sikloheksanol yang direaksikan dengan asam sulfat. Asam sulfat digunakan untuk menghasilkan alkena dengan proses hidrolisis. Sistesis alkena mengunakan 1 set alat destilasi yang dipanaskan hingga suhu 90°C. Suhu yang digunakan bukan 160°C dikarenakan sifat asam sulfat yang dapat bersifat sebagai agen pengoksidasi kuat yang akan menghasilkan produk samping. Proses dari pemanasan yang tinggi membuat produk menjadi tidak murni akibat terbentuk senyawa hasil oksidasi. Tujuan lainnya adalah karena titik didih sikloheksanol sebesar 160°C sehingga agar sikloheksanol tidak ikut melewati kondensor maka dilakukan pemanasan pada suhu 90°C.
Sintesis alkena dilakukan dengan menggunakan set alat destilasi. Percobaan berlangsung selama 60 menit. Proses yang dilaksanakan dalam praktikum pada kenyataannya tidak menghasilkan destilat selama 60 menit sehingga dilakukan penambahan waktu.
Pembahasan
Percobaan kali ini praktikan melakukan dehidrasi alkohol menggunakan alkena. Sampel yang digunakan dalam percobaan ini adalah sikloheksanol. Sikloheksanol merupakan suatu alkohol sekunder. Alkohol sekunder jika direaksikan dengan asam kuat dan suhu yang tinggi akan menghasilkan suatu gugus alkena. Langkah pertama yang dilakukan ialah mempersiapkan alat destilasi dan sampel. Sikloheksanol 20 mL dimasukkan dalam labu destilasi dan dimasukkan juga beberapa potong batu didih. Labu distilasi harus segera ditutup menggunakan kertas sambil digoyang – goyang. Penutupan ini berfungsi agar sikloheksanol yang diambil tidak menguap karena sikloheksanol bersifat volatil. Batu didih berfungsi untuk mengurangi panas dalam larutan akibat reaksi maupun larutan.
Langkah selanjutnya adalah penambahan H2SO4 sebanyak 3,3 mL. Penambahan ini harus dilakukan dalam lemari asap. Reaksinya sebagai berikut:
Gugus –OH pada sikloheksanol menyerang H+ pada H2SO4. Serangan ini terjadi karena adanya transfer proton dari atom O. OH merupakan gugus pergi yang buruk sehingga harus diubah menjadi gugus pergi yang baik. Penambahan asam dapat mengubah OH menjadi H2O yang merupakan gugus pergi baik. Reaksi ini disebut dehidrasi alkohol karena alkohol yang bereaksi dengan asam akan berubah menjadi gugus alkena (sikloheksena). Penambahan H2SO4 menyebabkan larutan yang semula bening menjadi berwarna kecoklatan.
Larutan kemudian di destilasi selama 1 jam dengan suhu yang dijaga 90oC. Setelah 1 jam, percobaan yang dilakukan belum menghasilkan destilat sehingga suhu dinaikkan sampai tidak melebihi 160oC. Sikloheksanol memiliki titik didih 160oC. Apabila suhu yang dinaikkan melebihi 160oC maka larutan yang menguap ialah sikloheksanol. Destilasi dihentikan sampai menghasilkan destilat sebanyak ± 13 mL. Destilat tersebut diidentifikasi titik didih, massa jenis dan ikatan rangkapnya melalui masing-masing pengujian yang berbeda.
Pengujian yang pertama ialah mengidentifikasi massa jenis destilat. Pengukuran massa jenis dilakukan dengan menggunakan piknometer namun karena destilat yg dihasilkan kurang dari 10 mL, maka pengukuran massa jenis menggunakan gelas ukur 5 mL. Langkah pertama gelas ukur ditimbang terlebih dahulu. Massa gelas ukur kosong sebesar 17,61 gram sedangkan massa gelas ukur yang berisi destilat sebesar 21,58 gram. Berdasarkan perhitungan didapat massa destilat sebesar 3,97 gram. Massa jenis destilat dapat diperoleh dengan membagi massa destilat per volume destilat sehingga didapat massa jenis destilat (sikloheksena) sebesar 0,79 gram/mL. Menurut literatur MSDS Sigma untuk sikloheksena sebesar 0,81 gram/mL. Nilai ini mendekati literatur yang ada.
Pengujian yang kedua ialah identifikasi ikatan rangkap pada destilat. Identifikasi ini dilakukan sebanyak dua kali. Pertama mencampurkan KMnO4 pada destilat dan yang kedua mencampurkan Br2 pada destilat. Destilat yang dicampur dengan KMnO4 sebanyak 3 tetes menyebabkan larutan yang semula bening terbentuk endapan yang berwarna coklat. Sikloheksanol yang murni juga dicampur dengan KMnO4 sebagai pembanding dengan destilat. Hasil pencampuran tersebut berbeda dengan destilat yang telah direaksikan dengan KMnO4. Berdasarkan hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa destilat yang dihasilkan memiliki ikatan rangkap, karena ada endapan coklat.
Pengujian ikatan rangkap yang kedua dengan mencampurkan destilat dan Br2. Prosedur yang dilakukan sama dengan yang dilakukan saat pencampuran KMnO4. Destilat yang dicampurkan dengan Br2 tidak mengalami perubahan warna namun terbentuk dua fase. Sikloheksanol yang murni juga dicampur dengan Br2 ternyata tidak mengalami perubahan apapun. Hal ini disebabkan Halida bercampur dengan alkohol membentuk alkil halida sehingga reaksi terjadi dan tidak membentuk dua fase. Pengamatan ini membuktikan bahwa destilat tersebut memiliki ikatan rangkap.
Pengujian yang ketiga ialah identifikasi titik didih. Destilat yang diperoleh dimasukkan kedalam pipa kapiler dan diletakkan di dalam pemanas. Larutan ditunggu beberapa menit sampai larutan mendidih. Berdasarkan hasil percobaan destilat mendidih pada suhu 76 OC Berdasarkan hasil literatur sikloheksena memiliki titik didih 83OC Hal ini tidak sesuai dengan literatur yang ada.
Berdasarkan ketiga identifikasi diatas dapat disimpulkan bahwa sikloheksanol yang direaksikan dengan asam kuat menghasilkan gugus alkena. Uji massa jenis dan titik didih pun sesuai dengan literatur didih alkena. Identifikasi ikatan rangkap pada 2 pengujian diatas memperkuat data bahwa destilat yang diperoleh memiliki ikatan rangkap. Ikatan rangkap yang sangat mungkin terjadi membentuk gugus alkena yakni sikloheksena.
Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan Reaksi pembuatan alkena dengan dehidrasi alkohol adalah:
1. Proses pembuatan alkena dapat dilakukan dengan berbagai metode salah satunya adalah dengan menggunakan reaksi dehidrasi alkohol
2. Ikatan rangkap yang diperoleh dari reaksi dehidrasi alkohol dapat diidentifikasi menggunakan uji brom maupun dengan KMnO4
Referensi
Tim penyusun petunjuk praktikum sintesis senyawa oraganik. 2013. Petunjuk Praktikum Sintesis Senyawa Organik. Fmipa unej: Jember
http://www.chem.ucla.edu/~bacher/faqs/LabWriteup/example.html
http://www.sciencelab.com/
http://sigmaaldrich.com/catalog/product/fluka/29230
Saran
Saran dari percobaan Reaksi pembuatan alkena dengan dehidrasi alkohol adalah:
1. Larutan H2SO4 yang digunakan harus dipastikan kemurniannya, bila perlu buatlah larutan H2SO4 yang baru agar tidak terkontaminasi dengan zat lainnya
2. Naikkan suhu bila belum mendapat destilat yang diinginkan namun jangan melebihi titik didih destilat yang akan diperoleh
3. Pastikan dengan benar pemasangan alat destilasi, air harus selalu mengalir melalui tabung destilasi dan jaga kenaikan suhu
Nama Praktikan
1. Siti Zubaidah 101810301011
2. Fita Kurnia Firdausa 101810301031
3. Qorry Dinnia Fatma 111810301035
4. Putu Irwan Yasa 111810301041
5. Maganda Ananda Kristi 111810301042